Thursday, 29 July 2010
Uninstall Program Dengan Your Uninstaller Pro 2010 + Serial
0
Instalasi dan Uninstall program sudah sangat umum dalam dunia komputerisasi ini. Orang-orang men-download program setiap hari dan menginstalnya, jika programnya bagus, akan mendapatkan kesempatan untuk menemani komputer anda, sedangkan yang lama atau jika ternyata programnya kurang memuaskan, pasti akan kita hilangkan (uninstall).
Your unistaller sepenuhnya menggantikan fungsi Add /Remove program yang sudah ada pada paket windows, dengan fitur yang lebih dapat diandalkan (membersihkan program sampai bersih hingga pada register). Kendala uninstall ini biasanya terjadi saat kita akan mengganti antivirus dengan meremove antivirus yang lama, baik itu AVG, Avira, Norton ataupun Kaspersky. Karena jika tidak dilakukan uninstall secara tuntas dapat mengakibatkan kegagalan dalam menginstall Antivirus yang baru. Jika Anda sudah familiar dengan menggunakan standar Add/Remove program, pasti tidak akan kesulitan menggunakan Your Uninstaller!. Sebenarnya masih ada beberapa progam uninstaller yang lain, tapi dari pengalaman saya, your unistaller yang paling enak dan mudah dalam navigasi.
Your Uninstaller dapat membantu sobat dalam meng-uninstall atau me-remove program yang tak dibutuhkan lagi selain menggunakan fitur ‘Add or remove programs (XP) atau Uninstall or change a program (Vista/7)’ yang telah ada. Kelebihan dari Your Uninstaller adalah proses uninstall yang lebih baik dan lebih bersih dari yang dimiliki Windows, antara lain :
- Uninstall dalam mode normal (default dari program).
- Pembersihan registry yang ditinggalkan dari proses uninstall normal (tersedia 4 mode pembersihan registry).
- Penghapusan file-file yang tidak dibutuhkan pada folder instalasi program.
lebih jelasnya Berikut adalah fitur-fitur baru yang ada di versi 2010 ini:
* Fix invalid uninstallations in one click.
Jika Anda sering install/uninstall software, anda kemungkinan besar akan menghadapi program rusak, Your Uninstaller! akan memperbaikinya.
* Full system scan after a program being uninstalled for complete removal.
Your Uninstaller! Melakukan scan seluruh sistem yang berhubungan dengan jejak dan benar-benar menghapusnya setelah penginstalan normal, Anda tidak akan melihat program yang pernah diinstal.
* Force removal of a program.
Untuk beberapa yang kesulitan untuk menghapus program, ini adalah pilihan yang baik, sangat berguna untuk program mode lama.
* Keep system stable and clean with various system tools.
memiliki sistem built-in tool seperti Uninstaller, Startup Manager, Penghapus Internet Traces, StartMenu Manager, Disk Cleaner untuk menjaga Windows bersih dan teratur.
* Easy to Use. No expert knowledge required.
Kegunaan selalu dalam pikiran kita ketika mengembangkan produk, Your Uninstaller! sederhana dan mudah untuk menyelesaikan semua tugas. Tidak repot, tidak ada kebingungan.
* Windows Vista Compatible.
Your Uninstaller! Cocok untuk Windows 7 baik untuk versi 32bit dan 64bit. Tentu saja, ini juga bekerja secara sempurna untuk Windows XP.
* Safe and Trusted.
Your Uninstaller! Tidak crash, lambat, down dan pesan kesalahan dengan yang paling aman dan paling terpercaya solusi dari vendor perangkat lunak terkemuka.
Gak usah lama-lama mikir.. langsung aja di cOmot
Your Uninstaller Pro 2010 + Serial
HAPUS BLOG "BERITAMUSLIM.WORDPRESS.COM" | BLOG LAKNAT
0
Assalamu'alaikum,
Maaf kali ini judul artikelnya berbeda dari biasanya, bukan download software atau trik ataupun artikel-2 kajian Islam, melainkan sebuah permohonan saya untuk semua saudaraku muslimin & muslimah. Semuanya bermula saat saya lagi hunting film di thehack3r.com, saya membaca request visitor untuk bersama-sama menghapus sebuahblog Wordpress http://beritamuslim.wordpress.com yang isinya sangat menyinggung perasaan saya sebagai seorang muslim. Semua kontennya menyerang Islam, agama yang dipilih oleh Allah SWT. Nah, berikut ini panduan yang saya copas dan sedikit edit dari http://eramuslim.blogdetik.com untuk bersama-sama melaporkan blog bejat tersebut kepada pihak Wordpress agar menghapus blog tersebut. Semakin banyak yang melapor semakin baik.
Wassalamu'alaikum!
ada juga yang sangat menyakitkan hati saya dan pastinya seluruh umat islam di dunia ketika membacanya.. berikut saya sertakan screen shoot nya
Kita sebagai umat islam, tidak perlu menggunakan cara-cara yang kasar untuk membalasnya. Allah memang sudah menggambarkannya dalam al-Qur'an tentang sifat-sifat, watak dan prilaku mereka.. kita doa'akan aja mereka cepet sadar dan mandapatkan balasan yang setimpal.. .. AMiiinn
Berikut cara untuk melaporkan BLOG kurang ajar tersebut :
- Pertama buka alamat http://en.wordpress.com/report-spam/
- Lalu isi data-data yang diperlukan:
Your Email : email Anda
Blog URL : isi dengan : http://beritamuslim.wordpress.com/
[yaitu blog yang mau di berantas]
Why : isi dengan ” BLOGSPAMMING and that blog is insulting religion islam. “
Semoga kita terhindar dari hal2 yang bisa melemahkan iman kita dan semoga kita selalu ada dalam ridha dan lindungan-Nya…
Amin
Wednesday, 28 July 2010
Islam Dan Paham Pluralisme Agama
0
Pemikiran yang menganggap semua agama itu sama telah lama masuk ke Indonesia dan beberapa negara Islam lainnya. Tapi akhir-akhir ini pikiran itu menjelma menjadi sebuah paham dan gerakan pembaruan yang kehadirannya serasa begitu mendadak, tiba-tiba dan mengejutkan. Ummat Islam seperti mendapat kerja rumah baru dari luar rumahnya sendiri. Padahal ummat Islam dari sejak dulu hingga kini telah biasa hidup ditengah kebhinekaan atau pluralitas agama dan menerimanya sebagai realitas sosial. Piagam Madinah dengan jelas sekali mengakomodir pluralitas agama saat itu dan para ulama telah pula menjelaskan hukum-hukum terkait. Apa sebenarnya di balik gerakan ini?
Sebenarnya fahaman inipun bukan baru. Akar-akarnya seumur dengan akar modernisme di Barat dan gagasannya timbul dari perspektif dan pengalaman manusia Barat. Namun kalangan ummat Islam pendukung paham ini mencari-cari akarnya dari kondisi masyarakat Islam dan juga ajaran Islam. Kesalahan yang terjadi, akhirnya adalah menganggap realitas kemajmukan (pluralitas) agama-agama dan paham pluralisme agama sebagai sama saja. Parahnya, pluralisme agama malah dianggap realitas dan sunnatullah. Padahal keduanya sangat berbeda. Yang pertama (pluralitas agama) adalah kondisi dimana berbagai macam agama wujud secara bersamaan dalam suatu masyarakat atau Negara. Sedangkan yang kedua (pluralisme agama) adalah suatu paham yang menjadi tema penting dalam disiplin sosiologi, teologi dan filsafat agama yang berkembang di Barat dan juga agenda penting globalisasi.
Solusi Islam terhadap adanya pluralitas agama adalah dengan mengakui perbedaan dan identitas agama masing-masing (lakum dÊnukum wa liya dÊn). Tapi solusi paham pluralisme agama diorientasikan untuk menghilangkan konflik dan sekaligus menghilangkan perbedaan dan identitas agama-agama yang ada. Jadi menganggap pluralisme agama sebagai sunnatullah adalah klaim yang berlebihan dan tidak benar. Dalam paham pluralisme agama yang berkembang di Barat sendiri terdapat sekurang-kurangnya dua aliran yang berbeda: yaitu paham yang dikenal dengan program teologi global (global theology) dan paham kesatuan transenden agama-agama (Transcendent Unity of Religions). Kedua aliran ini telah membangun gagasan, konsep dan prinsip masing-masing yang akhirnya menjadi paham yang sistemik. Karena itu yang satu menyalahkan yang lain.
Munculnya kedua aliran diatas juga disebabkan oleh dua motif yang berbeda, meskipun keduanya muncul di Barat dan menjadi tumpuan perhatian masyarakat Barat. Bagi aliran pertama yang umumnya diwarnai oleh kajian sosiologis motif terpentingnya adalah karena tuntutan modernisasi dan globalisasi. Karena pentingnya agama di era globalisasi ini maka hubungan globalisasi dan agama menjadi tema sentral dalam sosiologi agama. Tentang hubungan antara agama dan globalisasi bisa dibaca dari Religion and Globalization, karya Peter Bayer, Islam, Globalization and Postmodernity, karya Akbar S Ahmed dan H. Donnan, The Changing Face of Religion, karya James A Beckford dan Thomas Luckmann atau Religion and Global Order, oleh Ronald Robertson dan WR. Garet.
Nampaknya agama dianggap sebagai kendala bagi program globalisasi. Tidak aneh jika kini seminar tentang dialog antar agama, global ethic, religious dialogue yang diadakan oleh World Council of Religions dan lembaga lain sangat marak diseluruh dunia. Organisasi non pemerintah (NGO) di dunia ketiga pun mendapat kucuran dana dengan mudah. Bukti bahwa Barat berkepentingan dengan paham ini dapat dilihat dari tema yang diangkat jurnal rintisan oleh Zwemmer The Muslim World pada edisi terkininya (volume 94 No.3, tahun 2004). Jurnal missionaris itu menurunkan tema pluralisme agama dengan fokus dialog Islam Kristen. Sudah tentu disitu framework Barat sangat dominan.
Berbeda dari motif aliran pertama yang diwarnai pendekatan sosiologis, motif aliran kedua yang didominasi oleh pendekatan filosofis dan teologis Barat justru kebalikan dari motif aliran pertama. Kalangan filosof dan teolog justru menolak arus modernisasi dan globalisasi yang cenderung mengetepikan agama itu dengan berusaha mempertahankan tradisi yang terdapat dalam agama-agama itu. Yang pertama memakai pendekatan sosiologis, sedangkan yang kedua memakai pendekatan religious filosofis.
Solusi yang ditawarkan kedua aliran inipun berbeda. Berdasarkan motif sosiologis yang mengusung program globalisasi, aliran pertama menawarkan konsep dunia yang tanpa batas geografis cultural, ideologis, teologis, kepercayaan dan lain-lain. Artinya identitas kultural, kepercayaan dan agama harus dilebur atau disesuaikan dengan zaman modern. Kelompok ini yakin bahwa agama-agama itu berevolusi dan nanti akan saling mendekat yang pada akhirnya tidak akan ada lagi perbedaan antara satu agama dengan lainnya. Agama-agama itu kemudian akan melebur menjadi satu. Berdasarkan asumsi itu maka John Hick, salah satu tokoh terpentingnya, segera memperkenalkan konsep pluralisme agama dengan gagasannya yang ia sebut global theology. Selain Hick diantara tokohnya yang terkenal adalah Wilfred Cantwell Smith, pendiri McGill Islamic Studies. Tokoh-tokoh lain dapat dilihat dari karya Hick berjudul Problems of Religious Pluralism. Pada halaman dedikasi buku ini John Hick menulis yang terjemahannya begini: â€Å“Kepada kawan-kawan yang merupakan nabi-nabi pluralisme agama dalam berbagai tradisi mereka: Masau Abe dalam agama Buddha, Hasan Askari dalam Islam, Ramchandra Gandhi dalam agama Hindu, Kushdeva Singh dalam agama Sikh, Wilfred Cantwell Smith dalam agama Kristen dan Leo Trepp dalam agama Yahudi.
Solusi yang ditawarkan oleh aliran kedua adalah pendekatan religious filosofis dan membela eksistensi agama-agama. Bagi kelompok ini agama tidak bisa di rubah begitu saja dengan mengikuti zaman globalisasi, zaman modern ataupun post-modern yang telah meminggirkan agama itu. Agama tidak bisa dilihat hanya dari perspektif sosilogis ataupun histories dan tidak pula dihilangkan identitasnya. Kelompok ini lalu memperkenalkan pendekatan tradisional dan mengangkat konsep-konsep yang diambil secara parallel dari tradisi agama-agama. Salah satu konsep utama kelompok ini adalah konsep sophia perrenis atau dalam bahasa Hindu disebut Sanata Dharma atau dalam Islam disebut al-Ã�ikmah al-khÉlidah. Konsep ini mengandung pandangan bahwa di dalam setiap agama terdapat tradisi-tradisi sakral yang perlu dihidupkan dan dipelihara secara adil, tanpa menganggap salah satunya lebih superior dari pada yang lain. Agama bagi aliran ini adalah bagaikan â€Å“jalan-jalan yang mengantarkan ke puncak yang samaâ€� (“all paths lead to the same summit”). Tokoh pencetus dan pendukung paham ini adalah René Guénon (m. 1951), T. S. Eliot (m. 1965), Titus Burckhardt (m. 1984), Fritjhof Schuon (m.1998), Ananda K. Coomaraswamy (m. 1947), Martin Ling, Seyyed Hossein Nasr, Huston Smith, Louis Massignon, Marco Pallis (m. 1989), Henry Corbin, Jean-Louis Michon, Jean Cantein, Victor Danner, Joseph E. Brown, William Stoddart, Lord Northbourne, Gai Eaton, W. N. Perry, G. Durand, E. F. Schumacher, J. Needleman, William C. Chittick dan lain-lain.
Karena keterbatasan ruang ISLAMIA edisi ketiga ini baru dapat menghadirkan kajian kritis terhadap aliran kedua yaitu paham yang mengusung ide kesatuan transenden agama-agama (Transcendent Unity of Religions). Untuk lebih mengenal asal usul dan konsep dasar paham ini kami hadirkan kajian Adnin Armas terhadap doktrin transendentalis dari penggagas awalnya yaitu Fritjhof Schuon yang diilhami oleh Rene Guenon (baca: Gagasan Frithjof Schuon tentang Titik-Temu Agama-Agama). Disitu ia mengangkat topik tentang metafisika, epistemoligi, pendekatan esoterik dan eksoterik. Schuon yang dikabarkan masuk Islam itu mempunyai pengikut fanatik dari cendekiawan Muslim asal Iran yaitu Seyyed Hossein Nasr. Beliaulah yang menterjemahkan istilah philosophia perrenis itu menjadi al-Hikmah al-khÉlidah. Sebenarnya ide-ide Guenon, Schuon dan Nasr adalah parallel, ketiganya mendukung paham kesatuan transenden agama-agama. Pemikiran pluralis S.H.Nasr ini dikaji secara kritis oleh Dr. Anis Malik Toha (baca: Seyyed Hossein Nasr: Mengusung Tradisionalisme Membangun Pluralisme Agama).
Selain itu aspek penting fahaman ini adalah pendekatannya yang diambil dari pengalaman spiritual dari tradisi mistik yang terdapat dalam tradisi agama-agama. Dalam kasus Islam mereka mengambil pengalaman spiritual dari tradisi sufi. Untuk menguji klaim mereka bahwa para sufi itu pluralis Sani Badron mengupas pandangan tokoh Sufi terkenal yang sering mereka kutip, yaitu Ibn ‘Arabi. Kajian langsung terhadap karya-karya utamanya ini mengungkapkan pandangan Ibn ‘Arabi terhadap agama-agama selain Islam. (baca: Ibn ‘Arabi tentang Pluralisme Agama).
Meskipun kajian-kajian diatas telah merespon paham pluralisme agama dengan menggunakan framework pemikiran Islam, namun respon dari sumber yang lebih otoritatif masih diperlukan. Untuk itu kami hadirkan pandangan Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas tentang konsep-konsep asas Islam seperti tentang wahyu, tentang Tuhan, tentang konsep tawhid dan lain-lain. Dengan eksposisi konsep-konsep itu al-Attas menyimpulkan bahwa paham pluralisme agama tidak sesuai dengan Islam. Tulisan ini kami cuplik dan terjemahkan dari karya beliau Prolegomena To the Metaphysics of Islam. (baca: Respon Islam terhadap Konsep Kesatuan Agama-agama). Untuk menjelaskan pemikiran al-Attas secara lebih dalam dan luas tentang makna Islam sebagai din kami hadirkan tulisan Dr. Fatimah Abdullah yang berjudul Konsep Islam sebagai Din, Kajian terhadap Pemikiran Prof. Dr.SMN. al-Attas. Sedangkan untuk penjelasan lebih lanjut tentang respon Islam terhadap paham kesatuan transenden agama-agama, kami hadirkan kritik dan analisa Wan Azhar terhadap doktrin Transcendent Unity of Religion (baca: Kesatuan Transenden Agama-agama, Sebuah Respon Awal). Di situ argumentasi Prof. Al-Attas dielaborasi sehingga menjadi lebih jelas.
Dari beberapa kajian diatas barangkali muncul suatu kesan bahwa kritik terhadap paham pluralisme agama cenderung diwarnai oleh sikap anti-Barat. Namun kesan ini nampak tergesa-gesa dan justru nampak lebih cenderung merupakan sikap mental yang ter-Barat kan dari pada obyektif. Sebab paham pluralisme agama yang dibawa oleh arus pemikiran globalisasi Barat modern dan post-modern ternyata juga menuai kritik dari paham pluralisme agama yang dimotivasi oleh keinginan untuk menghidupkan tradisi dalam agama-agama di Timur. Dalam kondisi pemikiran yang problematik ini sangatlah bijaksana jika kita tidak ke Barat dan tidak ke Timur, tapi kembali kepada Islam.
Wallahu a'lam bi al-Showab
Tuesday, 27 July 2010
Allah Mencukupi Kebutuhan Orang Yang Bertawakkal
0
Termasuk di antara sebab diturunkannya rizki adalah bertawakkal kepada Allah Yang Mahaesa dan Yang kepada-Nya tempat bergantung. Insya Allah kita akan membicarakan hal ini melalui tiga hal:
Pertama, yang dimaksud bertawakkal kepada Allah.
Kedua, dalil syar'i bahwa bertawakkal kepada Allah termasuk diantara kunci-kunci rizki.
Ketiga, apakah tawakkal itu berarti meninggalkan usaha ?
Pertama, Yang Dimaksud Bertawakkal kepada Allah
Para ulama -semoga Allah membalas mereka dengan sebaik-baik balasan- telah menjelaskan makna tawakkal. Diantaranya adalah Imam Al-Ghazali, beliau berkata : "Tawakkal adalah penyandaran hati hanya kepada wakil (yang ditawakkali) semata". (Ihya' Ulumid Din, 4/259)
Al-Allamah Al-Manawi berkata : "Tawakkal adalah menampakkan kelemahan serta penyandaran (diri) kepada yang ditawakkali". (Faidhul Qadir, 5/311)
Menjelaskan makna tawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, Al-Mulla Ali Al-Qari berkata:
"Hendaknya kalian ketahui secara yakin bahwa tidak ada yang berbuat dalam alam wujud ini kecuali Allah, dan bahwa setiap yang ada, baik mahluk maupun rizki, pemberian atau pelarangan, bahaya atau manfaat, kemiskinan atau kekayaan, sakit atau sehat, hidup atau mati dan segala hal yang disebut sebagai sesuatu yang maujud (ada), semuanya itu adalah dari Allah". (Murqatul Mafatih, 9/156)
Kedua, Dalil Syar'i Bahwa Bertawakkal kepada Allah Termasuk Kunci Rizki
Imam Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Al-Mubarak, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Qudha'i dan Al-Baghawi meriwayatkan dari Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Sungguh, seandainya kalian bertawakkal kepada Allah sebenar-benar tawakkal, niscaya kalian akan diberi rizki sebagaimana rizki burung-burung. Mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang". 1)
Dalam hadits yang mulia ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang berbicara dengan wahyu menjelaskan, orang yang bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, niscaya dia akan diberi rizki. Betapa tidak demikian, karena dia telah bertawakkal kepada Dzat Yang Mahahidup, Yang tidak pernah mati. Karena itu, barangsiapa bertawakkal kepadaNya, niscaya Allah akan mencukupinya. Allah berfirman.
"Artinya : Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendakiNya). Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu". (Ath-Thalaq : 3)
Menafsirkan ayat tersebut, Ar-Rabi' bin Khutsaim mengatakan : "(Mencukupkan) dari setiap yang membuat sempit manusia". (Syarhus Sunnah, 14/298)
Ketiga, Apakah Tawakkal Itu Berarti Meninggalkan Usaha?
Sebagian orang mungkin ada yang berkata : "Jika orang yang bertawakkal kepada Allah itu akan diberi rizki, maka kenapa kita harus lelah, berusaha dan mencari penghidupan. Bukankah kita cukup duduk-duduk dan bermalas-malasan, lalu rizki kita datang dari langit ?"
Perkataan itu sungguh menunjukkan kebodohan orang yang mengucapkannya tentang hakikat tawakkal. Nabi kita yang mulia telah menyerupakan orang yang bertawakkal dan diberi rizki itu dengan burung yang pergi di pagi hari untuk mencari rizki dan pulang pada sore hari, padahal burung itu tidak memiliki sandaran apapun, baik perdagangan, pertanian, pabrik atau pekerjaan tertentu. Ia keluar berbekal tawakkal kepada Allah Yang Mahaesa dan Yang kepadaNya tempat bergantung. Dan sungguh para ulama -semoga Allah membalas mereka dengan sebaik-baik kebaikan- telah memperingatkan masalah ini. Di antaranya adalah Imam Ahmad, beliau berkata : "Dalam hadits tersebut tidak ada isyarat yang membolehkan meninggalkan usaha, sebaliknya justru di dalamnya ada isyarat yang menunjukkan perlunya mencari rizki. Jadi maksud hadits tersebut, bahwa seandainya mereka bertawakkal kepada Allah dalam bepergian, kedatangan dan usaha mereka, dan mereka mengetahui bahwa kebaikan (rizki) itu di TanganNya, tentu mereka tidak akan pulang kecuali dalam keadaan mendapatkan harta dengan selamat, sebagaimana burung-burung tersebut". (Dinukil dari Tuhfatul Ahwadzi, 7/8)
Imam Ahmad pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang hanya duduk di rumah atau di masjid seraya berkata, 'Aku tidak mau bekerja sedikitpun, sampai rizkiku datang sendiri'. Maka beliau berkata, 'Ia adalah laki-laki yang tidak mengenal ilmu. Sungguh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda.
"Artinya : Sesungguhnya Allah telah menjadikan rizkiku melalui panahku".
Dan beliau bersabda.
"Artinya : Sekiranya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, niscaya Allah memberimu rizki sebagaimana yang diberikanNya kepada burung-burung, berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang".
Dalam hadits tersebut dikatakan, burung-burung itu berangkat pagi-pagi dan pulang sore hari dalam rangka mencari rizki.
Selanjutnya Imam Ahmad berkata, 'Para sahabat juga berdagang dan bekerja dengan pohon kurmanya. Dan mereka itulah teladan kita'. (Dinukil dari Fathul Bari, 11/305-306)
Syaikh Abu Hamid berkata : "Barangkali ada yang mengira bahwa makna tawakkal adalah meninggalkan pekerjaan secara fisik, meninggalkan perencanaan dengan akal serta menjatuhkan diri di atas tanah seperti sobekan kain yang dilemparkan, atau seperti daging di atas landasan tempat memotong daging. Ini adalah sangkaan orang-orang bodoh. Semua itu adalah haram menurut hukum syari'at. Sedangkan sya'riat memuji orang yang bertawakkal. Lalu, bagaimana mungkin suatu derajat ketinggian dalam agama dapat diperoleh dengan hal-hal yang dilarang oleh agama pula ?"
Hakikat yang sesungguhnya dalam hal ini dapat kita katakan, 'Sesungguhnya pengaruh bertawakkal itu tampak dalam gerak dan usaha hamba ketika bekerja untuk mencapai tujuan-tujuannya'.
Imam Abul Qasim Al-Qusyairi : "Ketahuilah sesungguhnya tawakkal itu letaknya di dalam hati. Adapun gerak secara lahiriah maka hal itu tidak bertentangan dengan tawakkal yang ada di dalam hati setelah seorang hamba meyakini bahwa rizki itu datangnya dari Allah. Jika terdapat kesulitan, maka hal itu adalah karena takdirNya, dan terdapat kemudahan maka hal itu karena kemudahan dariNya". (Dinukil dari Murqatul Mafatih, 5/157)
Diantara yang menunjukkan bahwa tawakkal kepada Allah tidaklah berarti meninggalkan usaha adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban dan Imam Al-Hakim dari Ja'far bin Amr bin Umayah dari ayahnya Radhiyallahu 'anhu, ia berkata :
"Artinya : Seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, 'Aku lepaskan untaku dan (lalu) aku bertawakkal ?' Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Ikatlah kemudian bertawakkallah". 2)
Dan dalam riwayat Imam Al-Qudha'i disebutkan.
"Artinya : Amr bin Umayah Radhiyallahu 'anhu berkata, 'Aku bertanya, 'Wahai Rasulullah !!, Apakah aku ikat dahulu unta (tunggangan)-ku lalu aku bertawakkal kepada Allah, atau aku lepaskan begitu saja lalu aku bertawakkal ? 'Beliau menjawab, 'Ikatlah kendaraan (unta)-mu lalu bertawakkallah". (Musnad Asy-Syihab, Qayyidha wa Tawakkal, no. 633, 1/368)
Kesimpulan dari pembahasan ini adalah bahwa tawakkal tidaklah berarti meninggalkan usaha. Dan sungguh setiap muslim wajib berpayah-payah, bersungguh-sungguh dan berusaha untuk mendapatkan penghidupan. Hanya saja ia tidak boleh menyandarkan diri pada kelelahan, kerja keras dan usahanya, tetapi ia harus meyakini bahwa segala urusan adalah milik Allah, dan bahwa rizki itu hanyalah dari Dia semata.
Footnote :
1. Al-Musnad, no. 205, 1/243 no. 370, 1/313 no. 373, 1/304; Jami'ut Tirmidzi, Kitabuz Zuhud, Bab Fit Tawakkal 'Alallah, no. 2344, no 2447, 7/7 dan lafazh ini adalah miliknya; Sunan Ibni Majah, Abwabuz Zuhd, At-Tawakkul wal Yaqin, no 4216, 2/419; Kitabuz Zuhd oleh Ibnu Al-Mubarak, juz IV, Bab At-Tawakkul wat Tawaddhu' no. 559, hal 196-197; Al-Ihsan fi Taqribi Shahih Ibni Hibban, Kitabur Raqa'iq, Bab Al-Wara' wat Tawakkul, Dzikrul Akhbar 'amma Yajibu 'alal Mar'i min Qath'il Qulubi 'anil Khala'iqi bi Jami'il Ala'iqi fi Ahwalihi wa Asbabihi no. 730, 2/509; Al-Mustadzrak 'ala Ash-Shahihain, Kitabur Riqaq, 4/318; Musnad Asy-Syihab, Lau Annakum Tatawakkaluna ala' Allah Haqqa Tawakkulihi no. 1444, 2/319; Syarhus Sunnah oleh Al-Baghawi, Kitabur Riqaa, Bab At-Tawakkul 'ala Allah 'Aza wa Jalla no. 4108, 14/301. Imam At-Tirmidzi berkata, Ini adalah hadits shahih, kami tidak mengetahuinya kecuali dari sisi ini (Jami'ut Tirmidzi, 7/8). Imam Al-Hakim berkata, Ini adalah hadits dengan sanad shahih, tetapi tidak dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim (Al-Mustadrak 'ala Ash-Shahihain, 4/318). Imam Al-Baghawi berkata, Ini adalah hadist hasan. (Syarhus Sunnah, 14/301). Dan sanadnya dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Muhammad Syakir. (Lihat, Hamisyul Musnad, 1/234). Serta Syaikh Al-Albani menshahihkannya, (Lihat, Silsilatul Ahadits Ash-Shahihah no. 310, jilid 1, juz III/12).
2. Al-Ihsan fi Taqribi Shahih Ibni Hibban, Kitabur Raqa'iq, Bab Al-Warra' wat Tawakkul, Dzikrul Akhbar bin Annal Mar'a Yajibu Alaihi Ma'a Tawakkulil Qalbi Al-Ihtiraz bil A'dha Dhidda Qauli Man Karihahu, no. 731, 2/510, dan lafazh ini miliknya; Al-Mustadrak Alash Shahihain, Kitab Ma'rifatish Shahabah, Dzikru Amr bin Umayah Radhiyallahu 'anhu, 3/623. Al-Hafizh Adz-Dzahabi berkata, Sanad hadist ini 'jayyid'. (At-Talkhis, 3/623). Al-hafizh Al-Haitsami juga menyatakan hal senada dalam Ajmau'z Zawa'id wa Manba'ul Fawa'id, 10/303. Beliau berkata, Hadits ini diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dari banyak jalan. Dan para pembawa haditsnya adalah pembawa hadits Shahih Muslim selain Ya'kub bin Abdullah bin Amr bin Umayah Adh-Dhamari, dan dia adalah tsiqah (terpercaya). (Op. cit, 10/303)
Dunia Pesantren Dan Tantangan Era Modern
0
M Dawam Rahardjo (1995: 3) mengungkapkan bahwa pesantren adalah lembaga yang mewujudkan proses wajah perkembangan sistem pendidikan Nasional. Secara historis pesantren tidak hanya mengandung makna keislaman an sich, melainkan menampakkan keaslian (indegeneous) daerah Indonesia; sebab lembaga yang serupa sudah terdapat pada masa kekuasaan Hindu-Budha, sedangkan Islam meneruskan dan mengislamkannya.
Pondok pesantren Islam sebetulnya banyak berperan mendidik sebagian bangsa Indonesia sebelum lahirnya lembaga-lembaga pendidikan lain yang cenderung mengikuti pola “Barat” yang modern. Oleh karena itu, lembaga pendidikan pesantren acapkali dijuluki sebagai basis pendidikan tradisional yang khas Indonesia. Pondok pesantren berkembang pesat dan lebih dikenal kegiatannya kira-kira sejak tahun 1853 dengan jumlah santri sekitar 16.556 dan tersebar pada 13 kabupaten di pulau Jawa (Z. Dhofier; 1994).
Dari tahun ke tahun jumlahnya mengalami peningkatan yang signifikan, hingga pada tahun 1981 terdaftar hampir sekitar 5.661 pondok pesantren dengan jumlah santri 938.597 yang diasuh dan dididik pesantren (A. Syamsuddin, 1989). Dan, sudah dapat dipastikan jika pada tahun 2000-an jumlahnya telah mencapai ratusan ribu pesantren di seluruh Indonesia dengan puluhan juta santri yang telah dan sedang dididik oleh pesantren.
Lantas, pertanyaan yang patut diajukan dalam tulisan ini adalah: bagaimana peta tantangan yang akan dihadapi oleh lembaga pendidikan warisan dari perpaduan budaya asli Indonesia dan khazanah keislaman dalam menjawab tantangan modernitas? Apakah mesti menyesuaikan (ngigeulan) zaman ataukah sampai pada mengelola tantangan era modern yang cenderung menggusur manusia pada pemahaman positivistik?
Sebab, sebagai satu-satunya lembaga pendidikan swasta, pesantren memiliki kekuatan yang teramat dahsyat hasil dari motivasi dari para pendirinya (founding fathers) untuk mencerdaskan bangsa tanpa mengurusi “tetek bengek” keuntungan ekonomis. Melainkan menjalankan amanat pendidikan pofetik yang digariskan oleh ajaran Islam sebagai penghantar terwujudnya manusia yang memiliki harkat, derajat dan martabat yang sangat urgen untuk dimiliki oleh setiap manusia di era modern ini. Seperti yang terdapat dalam sebuah pepatah Rasulullah yang memerintahkan setiap muslim untuk mencari dan mengajarkan ilmu dari mulai lahir sampai desah nafas tidak lagi terdengar (baca: wafat).
Pesantren dan Santri
Menurut catatan sejarah, pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang diwariskan oleh Syeikh Maulana Malik Ibrahim sekitar abad 16-17 M, seorang guru “walisongo” yang menyebarkan ajaran Islam di tanah Jawa. Sedangkan secara kebahahasaan, pesantren berasal dari kata “santri” yang berarti guru mengaji (bahasa tamil) dengan awalan “pe” dan akhiran “an” yang berarti tempat tinggal (mondok moe) para santri.
Dengan demikian, pesantren merupakan mesin copy-an yang bertugas mem-print out manusia yang pintar agama (tafaquh fi al-din) dan mampu menyampaikan keluhungan ajaran Islam serta populer disebut dengan “santri”.
Sebagai ladang penghasil santri, tentunya pesantren harus menghasilkan santri (output) yang berkualitas dan bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Output tersebut selain berimplikasi secara personal, juga berdampak positif secara sosial. Adapun hasil implikasi tersebut dapat dilihat dari intensitas keuntungan yang besar yang diproduksi pesantren terhadap lingkungan sekitar, di antaranya berupa keuntungan pragmatis bagi aspek yang berdimensi budaya, edukatif dan sosial.
Dalam dimensi kultural, kehidupan seorang santri di pesantren ternyata seringkali dihiasi dengan prinsip hidup yang mencerminkan kesederhanaan dan kebersamaan melalui aktivitas “mukim”. Kalau saja “abdi negara” ataupun masyarakat modern mampu melakukan hal seperti mereka, akan muncul solidaritas sosial terhadap sesama manusia. Lalu, dari aspek edukatif pesantren juga mampu menghasilkan calon pemimpin agama (religious leader) yang piawai menaungi kebutuhan praktik keagamaan masyarakat sekitar, hingga aktivitas kehidupannya mendapat berkah dari Tuhan.
Sedangkan dalam aspek sosial, keberadaan pesantren seakan telah menjadi semacam “community learning centre” (pusat kegiatan belajar masyarakat) yang berfungsi menuntun masyarakat hingga memiliki life style agar hidup dalam kesejahteraan.
Namun, kendati secara output tidak selalu sesuai dengan kebutuhan, setidak-tidaknya secara ideal pendidikan di Pesantren mampu mencetak calon-calon ahli agama yang siap diterjunkan ke masyarakat. Tidaklah heran jika pesantren sebagai “laboratorium sosial” banyak membidani kelahiran tokoh-tokoh yang dihormati serta ikut andil dalam pembangunan bangsa lewat sumbangsih pemikiran yang brilian.
Misalnya saja, K.H.A.Dahlan (pendiri Muhammadiyah), K.H.A.Hasan (tokoh Persatuan Islam), Hasyim Asy’ari (pendiri NU), H.O.S Tjokroaminoto (pencetus SI), Muhammad Natsir (bekas Perdana menteri), Dien Syamsuddin, Abdurrahman Wahid, Nurchalis Madjid dan yang lainnya merupakan aktor intelektual yang dididik oleh lembaga pendidikan Islam seperti Pesantren.
Dalam Al-Quran dijelaskan bahwa: “ Hendaklah ada di antara kamu sekalian segolongan ummat yang menyeru kepada kebaikan, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung” (Q.S. Ali-Imran, 3 : 104). Artinya, dengan kreasi kultural berupa pendirian pesantren dalam khazanah Islam Indonesia merupakan misi profetik untuk mengaplikasikan kebaikan-kebaikan hingga dapat bermanfaat bagi tegaknya nilai-nilai kemanusiaan di tubuh dan jiwa umat, bangsa dan warga masyarakat.
Tantangan Modernisasi
Jika mencari lembaga pendidikan yang asli Indonesia dan berakar kuat dalam masyarakat, tentu akan menempatkan pesantren di tangga teratas. Namun, ironisnya lembaga yang dianggap merakyat ini ternyata masih menyisakan keberbagaian masalah dan diragukan kemampuannya dalam menjawab tantangan zaman, terutama ketika berhadapan dengan arus modernisasi. Untuk mengubah image yang agak miring ini tentunya memerlukan proses yang panjang dan usaha tidak begitu mudah.
Proses modernisasi telah menguatkan subjektivitas individu atas alam semesta, tradisi, dan agama. Manusia dalam subjektivitas dengan kesadarannya dan dalam keunikannya telah menjadi titik acuan pengertian terhadap realitas. Manusia memandang alam, sesama manusia, dan Tuhan mengacu pada dirinya sendiri. Manusia juga menjadi bebas dalam merealisasikan kehidupannya tanpa campur tangan kekuatan lain di luar dirinya sendiri.
Modernitas sebagai periode sejarah yang khas dan superior telah membuat orang percaya bahwa zaman modern lebih baik, lebih maju, dan memiliki referensi kebenaran lebih banyak dari zaman sebelumnya. Selain itu, modernitas menciptakan sikap optimisme dan berbagai kualitas positif tentang masa depan serta kemajuan menjadi tema utama peradaban sejarah umat manusia (Fahrizal A. Halim, 2002: 19-20).
Dalam tradisi pesantren terdapat kaidah hukum yang menarik untuk diresapi dan diaplikasikan oleh pesantren sebagai lembaga pendidikan yang mesti merespon tantangan dan “kebaharuan” zaman. Kaidah itu berbunyi, “Al-Muhafadzatu ‘ala al-qadim al-ashalih wa al-akhzu bi al-jadid al-ashlah”, artinya: melestarikan nilai-nilai Islam lama yang baik dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik.
Hal ini berarti pesantren patut memelihara nilai-nilai tradisi yang baik sembari mencari nilai-nilai baru yang sesuai dengan konteks zaman agar tercapai akurasi motodologis dalam mencerahkan peradaban bangsa.
Ulil Abshar Abdalla (2000) mengatakan bahwa jika tradisi besar Islam yang direproduksi dan diolah kembali, umat Islam akan memeroleh keuntungan yang besar sekali, di antaranya adalah memiliki “tradisi baru” yang lebih baik. Pesantren ketika tampil dengan wajah baru akan menimbulkan apa yang disebut oleh Cak Nur dengan psychological striking force (daya gugah baru).
Untuk itu, tidak layak kiranya jika para pengelola pesantren mengabaikan arus modernitas sebagai penghasil nilai-nilai baru yang baik – meskipun ada sebagian yang buruk – kalau pesantren ingin maju untuk mengimbangi perubahan zaman. Namun, jika tidak mau maju sedikit pun di era yang serba maju ini, silahkan menutup diri dari nilai-nilai baru dan peliharalah nilai-nilai lama yang telah ketinggalam zaman (out of date).
Persoalan ini tentu saja berkorelasi positif dengan konteks pengajaran di pesantren. Di mana, secara tidak langsung mengharuskan adanya pembaharuan (modernisasi)-kalau boleh dikatakan demikian-dalam pelbagai aspek pendidikan di dunia pesantren. Misalnya, mengenai kurikulum, sarana-prasarana, tenaga administrasi, guru, manajemen (pengelolaan), sistem evaluasi dan aspek-aspek lainnya dalam penyelenggaraan pendidikan di pesantren.
Jika aspek-aspek pendidikan seperti di atas tidak mendapatkan perhatian yang proporsional untuk segera dimodernisasi, atau minimal disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat (social needs and demand), tentu akan mengancam survival pesantren di masa depan. Masyarakat (baca: kaum muslimin Indonesia) akan semakin tidak tertarik dan lambat laun akan meninggalkan pendidikan pesantren, kemudian lebih memilih institusi pendidikan yang lebih menjamin kualitas output-nya.
Pada taraf ini, pesantren berhadap-hadapan dengan dilema antara tradisi dan modernitas. Ketika pesantren tidak mau beranjak ke modernitas, dan hanya berkutat dan mempertahankan otentisitas tradisi pengajarannya yang khas tradisional, dengan pengajaran yang melulu bermuatan al-Qur’an dan al-Hadis serta kitab-kitab klasiknya, tanpa adanya pembaharuan metodologis, maka selama itu pula pesantren harus siap ditinggalkan oleh masyarakat.
Pengajaran Islam tradisional dengan muatan-muatan yang telah disebutkan di muka, tentu saja harus lebih dikembangkan agar penguasaan materi keagamaan anak didik (baca: santri) dapat lebih maksimal, di samping juga perlu memasukkan materi-materi pengetahuan non-agama dalam proses pengajaran di pesantren.
Dengan tidak meninggalkan ciri khas lokal, pesntren juga mesti merespon perkembangan zaman dengan cara-cara yang kreatif, inovatif, dan transformatif. Alhasil, persoalan tantangan zaman modern yang secara realitas seakan menciptakan segala produk yang menyibakkan tirai-tirai batas ruang dan waktu seperti dalam gejala global media infromasi dapat dijawab secara akurat, tuntas dan tepat. Wallahua’lam
Tawakal ; Sarana Terbesar Untuk Mendapatkan Kebaikan Dan Menghindari Kerusakan
0
Tawakal adalah salah satu sarana terkuat di antara sarana-sarana yang bisa mendatangkan kebaikan serta menghindari kerusakan, berlawanan dengan pendapat yang mengatakan: bahwa tawakal hanyalah sekedar ibadah yang mendatangkan pahala bagi seorang hamba yang melakukannya, seperti orang yang melempar jumrah (ketika haji), juga berlawanan dengan orang yang berpendapat tawakal berarti men-tiada-kan prinsip sebab musabab dalam penciptaan serta urusan, sebagaimana pendapat yang dilontarkan oleh golongan "Mutakallimin" seperti Al-Asy-ari dan lainnya, dan juga seperti pendapat yang dilontarkan oleh para ahli Fiqh dan golongan shufi, (Risalah Fi Tahqiqi At-Tawakkul karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah hal. 87), hal ini akan diterangkan dalam bahasan mengenai prinsip sebab-musabab, Insya Allah.
Ibnul Qayyim berkata : Tawakal adalah sebab yang paling utama yang bisa mempertahankan seorang hamba ketika ia tak memiliki kekuatan dari serangan makhluk Allah lainnya yang menindas serta memusuhinya, tawakal adalah sarana yang paling ampuh untuk menghadapi keadaan seperti itu, karena ia telah menjadikan Allah pelindungnya atau yang memberinya kecukupan, maka barang siapa yang menjadikan Allah pelindungnya serta yang memberinya kecukupan maka musuhnya itu tak akan bisa mendatangkan bahaya padanya. (Bada'i Al-Fawa'id 2/268)
Bukti yang paling baik adalah kejadian nyata, telah diriwayatkan oleh Al-Bukhari yang disanadkan kepada Ibnu Abbas : Hasbunallahu wa nima Al-Wakiil, yang artinya : (Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung), ungkapan ini diucapkan oleh Nabi Ibrahim saat tubuhnya dilemparkan ke tengah-tengah Api yang membara, juga diungkapkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika dikatakan kepadanya : Sesungguhnya orang-orang musyrik telah berencana untuk membunuh mu, maka waspadalah engkau terhadap mereka. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam bab Tafsir 4563 (Fathul Bari 8/77))
Ibnu Abbas berkata : Kata-kata terakhir yang diucapkan oleh Nabi Ibrahim ketika ia dilemparkan ke tengah bara api adalah : "Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah sebaik-baik pelindung". (Hadits Riwayat Al-Bukhari bab Tafsir 4564 8/77)
Dan diriwayatkan oleh Al-Baihaqi yang disanadkan kepada Bastar bin Al-Harits, ia berkata : Ketika Nabi Ibrahim digotong untuk dilemparkan ke dalam api, Jibril memperlihatkan diri padanya dan berkata : Wahai Ibrahim, apakah kamu perlu bantuan ?, Ibrahim menjawab : Jika kepada engkau, maka saya tidak perlu bantuan, (Diriwayatkan oleh Ibni Jarir dalam Tafsirnya 17/45, Al-Baghwi dalam tafsirnya 4/243), ini adalah bagian dari kesempurnaan tawakal yang hanya kepada Allah semata tanpa lainnya.
Akan tetapi apa yang terjadi setelah itu ?!, Allah berfirman : "Kami berfirman : 'Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim', mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka orang-orang yang paling merugi". (Al-Anbiya : 69-70)
Dan befirman pula Allah tentang Nabi Muhammad dan para sahabatnya : "Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar". (Ali Imran : 174). Ibnu Katsir berkata : Setelah mereka bertawakal kepada Allah maka Allah melindungi mereka dari bahaya yang mengancam mereka, dan Allah mencegah dari mereka bencana yang telah direncanakan oleh orang-orang kafir, lalu mereka kembali ke negeri mereka sesuai dengan firman-Nya, Dengan ni'mat dan karunia (yang besar dari Allah, mereka tidak dapat bencana apa-apa) dari sesuatu yang tersembunyi dalam hati musuh-musuh mereka dan (mereka mengikuti keridla'an Allah) dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Tafsir Qur'anul Adzhim 2/148)
Dan firman Allah tentang orang-orang beriman: "Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kamu akan nikmat Allah (yang diberikan-Nya) kepadamu, di waktu suatu kaum bermaksud hendak menggerakkan tangannya kepadamu (untuk berbuat jahat), maka Allah menahan tangan mereka dari kamu, Dan bertakwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu harus bertawakkal". (Al-Maidah : 11)
Kandungan dari ayat ini adalah bahwa sikap tawakal kepada Allah yang ada dalam hati orang-orang yang beriman adalah salah satu sebab Allah menahan tangan orang-orang kafir yang hendak mencelakakan orang-orang yang beriman, Allah menggagalkan apa yang diingini oleh orang-orang kafir terhadap orang-orang beriman.
Berita yang menerangkan tentang sebab turunnya ayat ini ada tiga berita, semuanya membuktikan bahwa hanya Allahlah yang menjadi pelindung bagi Nabi-Nya dan Allah pula yang menjaganya dari kejahatan manusia, ketiga berita itu adalah:
1. Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan lainnya dari Jabir bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam terpisah dari para sahabatnya lalu bernaung di bawah pohon (Disebutkan bahwa pohon itu adalah pohon yang berduri, An-Nihayah 3/255) beliau menggantungkan pedangnya di atas pohon itu, kemudian datang seorang Arab Badui (Diriwayatkan bahwa nama orang itu adalah Ghurata bin Al-Harits, lihat Shahihul Bukhari dalam kitab Al-Maghazy 4136 V/491 dan lihat pula Tafsir Ibnu Katsir 3/59) kepada Rasulullah dan mengambil pedang milik beliau, lalu orang itu berdiri di hadapan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, sambil bertanya: Siapakah yang dapat mencegahmu dari aku .?. Beliau menjawab: Allah !, orang Arab Badui itu bertanya dua atau tiga kali: Siapa yang dapat mencegahmu dari aku ?, dan Nabi menjawab: Allah, Jabir berkata: Kemudian orang Arab itu menyarungi pedangnya, lalu Nabi memanggil para sahabatnya, dan mengabarkan kepada mereka tentang kejadian Arab Badui itu, sementara Arab Badui itu duduk di sisi Rasulullah dengan tidak memberi hukuman kepada orang itu. (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya 3/311, Bukhari bab Jihad 2910 6/113, diriwayatkan oleh Ath-Thabari dalam Tafsirnya 6/146)
2. Berita yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari dan lainnya dari Ibnu Abbas -tentang ayat ini ia menyebut ayat 11 dari surat Al-Ma'idah- dan ia berkata : Sesungguhnya orang-orang dari kaum Yahudi membuat makanan untuk membunuh Rasulullah dan para sahabatnya, kemudian Allah mewahyukan kepada utusan-Nya itu tentang rencana mereka, maka Rasulullah dan para sahabatnya tidak makan makanan itu. (Diriwayatkan oleh Ath-Thabari dalam tafsirnya 6/46 dan Ibnu Abu Hatim sebagaimana disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir 3/59)
3. Dikisahkan bahwa orang-orang dari Kaum Yahudi bersepakat untuk membunuh Nabi dengan cara mengundang Nabi dalam suatu urusan, ketika Nabi datang kepada mereka, mereka membuat siasat untuk melempar beliau dengan sebuah batu besar pada saat Rasulullah bernegosiasi dengan orang-orang Yahudi, lalu Allah memberitahukan rencana mereka ini kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian Rasulullah kembali ke Madinah dengan para sahabatnya. (Diriwayatkan oleh Ath-Thabari dalam Tafsirnya 6/144) maka pada saat itulah Allah menurunkan ayat yang berbunyi: "Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kamu akan nikmat Allah (yang diberikan-Nya) kepadamu". (Al-Maidah : 11)
Dari berita-berita yang menyebabkan turunnya ayat di atas, serta kejadian-kejadian lain yang nyata membuktikan bahwa Allah akan selalu menjaga dan melindungi Nabi utusan-Nya, hal ini tidak lain adalah karena kesempurnaan beliau dalam bertawakal kepada Allah Azza wa Jalla. Berita dan kejadian seperti ini banyak sekali dan cukup bagi kami dengan apa yang telah kami sebutkan.
Disalin dari buku At-Tawakkul 'Alallah wa 'Alaqatuhu bil Asbab oleh Dr Abdullah bin Umar Ad-Dumaiji dengan edisi Indonesia Rahasia Tawakal & Sebab Akibat hal. 89 - 92 Bab Buah Tawakal, terbitan Pustaka Azzam, Penerjemah Drs. Kamaluddin Sa'diatulharamaini dan Farizal Tirmidzi.
Ada Apa Dengan Islamisasi Ilmu ?
0
Judul ini mirip dengan judul film Ada Apa dengan Cinta? Yang pernah rame di dunia perfilman nasional. Gagasan “Islamisasi ilmu” masih menjadi pembicaraan yang hangat sehingga kita kemudian bertanya lagi mengenai gagasan ini. “Islamisasi” (Islamization) secara peristilahan mungkin hampir mirip dengan kata “sakralisasi” (sacralization): upaya untuk menjadikan hal-hal yang profan masuk pada wilayah sakral, dari yang relatif menjadi mutlak dan absolut --begitulah kira-kira jika ilmu itu kemudian mau “diislamkan”. Tapi, apakah memang demikian? Padahal, ilmu itu masuk pada wilayah profan, seperti halnya politik dan berbagai hal duniawi lainnya. Apakah agama layak memasukkan hal-hal yang profan ke dalam dirinya yang sakral? Pertanyaan yang perlu diajukan kemudian: apakah selama ini ilmu-ilmu (sains) modern atau kontemporer sudah diperlukan untuk diislamisasikan? Atau jangan-jangan hanya karena suatu bentuk apologetika lalu kita ingin mengklaim bahwa ilmu itu adalah milik Islam?
Dalam dunia Islam, pemikiran yang menggunakan paradigma “positivisme” dan “empirisme” tidak mendapat tempat secara proporsional karena alur pemikiran selama ini masih berpusat pada pemikiran teologikal klasik. Pemikiran positivis-empiris sering dianggap berkonotasi negatif bagi kaum agamawan (Abdullah:1995). Kaum cendekiawan muslim yang berfikiran dengan pendekatan positivis selalu dicurigai sebagai agen orientalis atau bagian dari Barat yang berupaya melakukan sekularisasi dan atau werternisasi. Bagaimana mungkin kaum cendekiawan Muslim mampu membangkitkan gairah intelektual jika tanpa mau beranjak dari pendekatan yang positivis-empiris dan juga rasional? Walaupun, kita pun berhak untuk mengkritisi dua pendekatan itu. Bukankah dalam Epistemologi Islam, dengan trilogi sumber pengetahuannya, “Bayani-‘Irfani-Burhani” juga memasukkan pendekatan rasional dan empiris ke dalam salah satu sumber pemikiran Islam?
Apapun yang selama ini selalu kita banggakan sebagai bentuk “romantisme sejarah”, gerak laju perubahan dan perkembangan pemikiran dalam Islam belum bisa mencapai proses renaisans dan aufklarung. Apa penyebabnya? Yang pasti, kita (umat Islam) belum membudayakan tradisi “kritik epistemologis” (epistemological critique) dalam menalar keilmuan secara filosofis-rasional. Kaum teolog dan fuqaha Islam klasik yang masih mendominasi pemikiran Islam dengan memenangkan atas pemikiran yang filosofis menyebabkan hilangnya gairah intelektual kritis dan konstruktif. Hal ini menyebabkan umat Islam tidak mampu membedakan mana aspek yang dianggap normatif dan mana saja yang dianggap sebagai pemikiran manusia biasa yang sebenarnya masih bersifat relatif, dan perlu pengujian historis.
Tradisi Kritik Epistemologis
Tradisi “kritik epistemologis” adalah model yang pada gilirannya telah membuka landscape pemikiran baru dalam perkembangan pemikiran yang bercorak empiris dan historis dalam hubungannya dengan realitas masyarakat. Upaya ini lebih mendamaikan polarisasi antara sains modern yang didominasi dan dikuasai Barat dengan wacana keislaman yang masih berada pada titik inferioritas peradaban global. Kritik epistemologis, dalam asumsi penulis, adalah berangkat dari proses “obyektivikasi Islam” yang pernah digagas oleh Pak Kuntowijoyo. Upaya obyektivikasi Islam merupakan proses dinamisasi agama yang diarahkan menuju pada ilmu yang kemudian terjadi dialektika antara agama dengan sains modern. Sebenarnya, langkah dan strategi “Islamisasi ilmu” lebih mengarah pada “dehegemoni” pengetahuan Barat. Dalam wilayah ilmu-ilmu sosial, hal demikian sangat memungkinkan karena sesungguhnya ilmu-ilmu Barat yang selama ini sudah mapan adalah upaya Barat sendiri untuk “menguasai” pengetahuan yang lain. Dengan klaim universalitas dan obyektivitas Barat ingin “meniadakan” ruang-ruang bagi kemungkinan kebenaran ilmu dari yang di luar Barat. Ada campuran kepentingan antara pengetahuan, ideologi, dan kekuasaan yang nerupakan bagian dari kolonialisme Barat. Bagi Michael Foucault, konspirasi pengetahuan-kekuasaan ini harus dibongkar.
Pada dasarnya epistemologi adalah cara untuk mendapatkan yang benar. Nilai kebenaran akan lebih baik dan lebih tepat apabila dilandasi dengan upaya pemahaman kritis. Krititisme adalah sebuah pendekatan kritik epistemologis yang merupakan pemikiran dari Immanuel Kant (1724-1804 M). Krititisme apa yang dimaksud Kant? Ia menganggap aufklarung adalah sebagai “jalan keluar” untuk membebaskan manusia yang masih menggantungkan diri pada otoritas di luar dirinya. Kant menyatakan bahwa harus ada upaya untuk menentukan batas-batas kemampuan dan syarat kemampuan rasio agar kita bisa menentukan apa yang mungkin kita ketahui, kita kerjakan, dan kita gantungi harapan. Inilah krititisme yang dimaksud Kant (Rabinow:1984,32-52). Pemahaman Islam layak untuk dikritisi agar maknanya bisa didekati secara rasional menurut kebutuhan masa kini.
Jenis pengetahuan ada tiga macam jika ditelisik menurut tahapannya, yaitu : ontologi (apa), epistemologi (bagaimana), dan aksiologi (untuk apa). Keterkaitan itu akan saling memberikan makna. Ontologi akan menentukan epistemologi; epistemologi juga menentukan aksiologi. Epistemologi adalah proses utamanya (Suriasumantri:1990,105). Epistemologi kemudian terbagi menjadi tiga, yaitu : empiris, rasional, dan intuitif. Pendekatan empiris menekankan pada pencapaian ilmu melalui data dan fakta yang ada dalam wilayah empirik. Sedangkan pendekatan rasional mengambil ilmu melalui akal budi dan rasio manusia bahwa sesuatu itu bisa dinalar dan dipahami. Nah, yang intuitif itu lebih melihat pada kemampuan “rasa” diri manusia atau melalui wahyu dan intuisi di luar dirinya. Dalam Islam, epistemologi seperti ini dirangkum oleh para cendekiawan muslim, yang kemudian dikembangkan oleh M. Abed Al-Jabiry, menjadi: Bayani, ‘Irfani, dan Burhani. Bayani (deskriptif) itu mirip dengan empirik, ‘Irfani itu mirip dengan intuitif, dan Burhani itu bisa disamakan dengan rasional.
Kaitannya dengan Gagasan Islamisasi Ilmu
Upaya “Islamisasi ilmu” bagi kalangan muslim yang telah lama tertinggal jauh dalam peradaban dunia modern, memiliki dilema tersendiri. Apakah kita akan membungkus sains Barat dengan label “Islami” atau “Islam”? Ataukah kita berupaya keras mentransformasikan normativitas agama, melalui rujukan utamanya Al-Qur’an dan Hadits, ke dalam realitas kesejarahannya secara empirik? Kedua-duanya sama-sama sulit jika usahanya tidak dilandasi dengan berangkat dari dasar kritik epistemologis.
Mari kita bicara tentang ide Islamisasi ilmu. Dari sebagian banyak cendikiawan muslim yang pernah memperdebatkan tentang Islamisasi ilmu, dia antaranya bisa disebut adalah : Ismail Raji Al-Faruqi, Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Fazlur Rahman, dan Ziauddin Sardar. Kemunculan ide “Islamisasi ilmu” tidak lepas dari ketimpangan-ketimpangan yang merupakan akibat langsung keterpisahan antara sains dan agama. Sekularisme telah membuat sains sangat jauh dari kemungkinan untuk didekati melalui kajian agama. Pemikiran kalangan yang mengusung ide “Islamisasi ilmu” masih terkesan sporadis, dan belum terpadu menjadi sebuah pemikiran yang utuh. Akan tetapi, tema ini sejak kurun abad 15 H telah menjadi tema sentral di kalangan cendekiawan muslim.
Ada tiga tanggapan ilmuwan muslim terhadap sains modern. Yang kemudian masing-masing pendapat ini akan menentukan bagaimana pandangan mereka pula terhadap ide Islamisasi ilmu. Ziauddin Sardar mecatat, sebagaimana dikutip M. Damhuri (Republika, 26/5/2000), ada tiga kelompok yang memandang sains modern kini. Pertama, kelompok muslim apologetik : kelompok ini menganggap sains modern bersifat netral dan universal. Mereka berusaha melegitimasi hasil-hasil penemuan sains dengan mencari padanan ayat-ayatnya yang sesuai dengan teori dalam sains tersebut. Karena hanya sebagai bentuk apologia saja maka pandangan kelompok ini hanya sebagai penyembuh luka bagi umat Islam secara psikologis, bahwa umat Islam tidak ketinggalan zaman. Kedua, kelompok yang mengakui sains Barat, tetapi berusaha mempelajari sejarah dan filsafat ilmuan agar dapat menyaring elemen-elemen yang “tidak islami”. Dan yang ketiga, kelompok yang percaya dengan adanya sains Islam dan berusaha membangun islamisasi di seluruh elemen sains.
Kelompol pertama, kalau tidak salah, diwakili oleh Fazlur Rahman. Pemikir neo-modernis ini pernah tidak setuju dengan gagasan Islamisasi ilmu. Baginya, yang perlu dilakukan adalah “menciptakan dan menghasilkan para pemikir yang memiliki kapasitas berfikir konstruktif dan positif”. Kelompok kedua diwakili oleh Naquib Al-Attas. Pada konferensi dunia tentang pendidikan muslim di Mekkah 1977, Al-Attas menngemukakan gagasan tentang perlunya upaya Islamisasi ilmu. Menurutnya, “desekularisasi” ilmu yang dilandasi dengan epistemologi Islam, adalah strategi untuk melakukan upaya Islamisasi ilmu. Desekularisasi, berarti kita perlu membersihkan unsur-unsur yang menyimpang sehingga ilmu pengetahuan yang ada bisa benar-benar “islami”. Dan kelompok ketiga diwakili oleh Ismail Raji Al-Faruqi, dengan gagasan primernya “islamization of knowledge”. Menurutnya, pengetahuan-pengetahuan modern telah menyebabkan adanya pertentangan antara wahyu dan akal dalam diri umat Islam, yang memisahkan pemikiran dari aksi, serta adanya dualisme kultural dan religius. Bagi Faruqi (1984:xii), islamisasi ilmu harus beranjak dari tauhid, dan selalu menekankan adanya kesatuan pengetahuan, yaitu disiplin untuk mencari obyektif yang rasional dan pengetahuan yang kritis mengenai kebenaran; kesatuan hidup, segala disiplin harus menyadari dan mengabdi kepada tujuan penciptaan; dan kesatuan sejarah, segaladisiplin akan menerima yang ummatis atau kemasyarakatan dari seluruh aktivitas manusia, dan mengabdi pada tujuan-tujuan ummah di dalam sejarah.
Menurut Al-Faruqi (1984:99-115), jalur-jalur mekanisme islamisasi sains adalah : (1) penguasaan disiplin ilmu modern; (2) survai disiplin ilmu pengetahuan; (3) penguasaan khasanah Islam, sebuah ontologis; (4) penguasaan khasanah ilmiah islami, tahap analisis; (5) penemuan relevansi Islam yang khas terhadap disiplin-disiplin ilmu pengetahuan; (6) penilaian kritis terhadap disiplin ilmu modern; (7) penilaian kritis terhadap khasanah Islam; (8) Survai permasalahan yang dihadapi umat manusia; (10) analisis kritis dan sintesis; (11) penuangan kembali disiplin ilmu modern ke dalam kerangka Islam, dan (12) penyebaran ilmu-ilmu yang telah diislamisasikan. Jika dicermati secara mendalam, sebenarnya Al-Faruqi juga mencoba bersikap moderat terhadap ilmu-ilmu modern. Hanya saja, dia terkesan apologetik dengan berangkat dari universalisme Islam (tauhid) yang dimaknai secara literal dan terkesan agak memaksakan lewat internalisasi nilai-nilai Islam.
Al-Faruqi tidak secara pasti mengatakan bahwa titik pijaknya adalah “epistemologi Islam”. Ia agak berbeda dengan Sardar dan Naquib Al-Attas, yang memandang perlunya untuk membangun konsep epistemologi Islam sebagai “pandangan dunia” (world view) Islam. Sardar (1989:44-45) memandang bahwa ciri utama epistemologi Islam adalah: (1) didasarkan atas suatu pedoman mutlak; (2) epistemologi Islam bersifat aktif dan bukan pasif; (3) memandang objektivitas sebagai masalah umum; (4) sebagian besar bersifat deduktif; (5) memaduka pengetahuan dengan nilai-nilai Islam; (6) memandang pengetahuan bersifat inklusif; (7) menyusun pengalaman subyektif; (8) perpaduan konsep tingkat kesadaran dengan tingkat pengalaman subyektif; (9) tidak bertentangan dengan pandangan holistik. Dengan demikian epistemologi sesuai dengan pandangan yang lebih menyatu dari perkembangan pribadi dan pertumbuhan intelektual.
Agenda Islamisasi ilmu yang akan kita (IIIT Indonesia) garap jangan sampai berangkat dari asumsi-asumsi ideologis bahwa Islam meliputi segalanya (universalisme semu), sehingga semuanya harus mengikuti apa yang terkandung dalam ajaran-ajaran Islam. Persoalannya, makna yang terkandung dalam Islam tidak lantas kita anggap final dan absolut. Sisi historisitas agama harus dieksplor lebih dalam lagi agar bisa didialogkan dengan realitas kekinian. Tradisi kritik epistemologis akan membuka ruang “kritisisme” terhadap pengetahuan yang sudah mapan, termasuk pula pemahaman mengenai agama. Menarik sekali jika kita baca bukunya Ali Harb terbitan LKIS Kritik Nalar Al-Qur’an (2003), yang menyatakan bahwa pengetahuan yang menghasilkan kebenaran tidak bisa bebas dari kritik. Kritik atas kritik kebenaran terus berlangsung karena memang tidak ada kebenaran yang absolut, termasuk kebenaran mengenai pengetahuan dan agama.
Langkah yang sangat strategis adalah dengan membuat konsep yang utuh mengenai epistemologi Islamisasi ilmu, dan itu bisa dibuka melalui wacana kritik epistemologis. Pengetahuan Barat yang selama ini masih mendominasi harus selayaknya “dibongkar” agar bisa setara dengan pengetahuan di luarnya. Di tengah memudarnya pesona modernitas dan hancurnya sendi-sendi moralitas, gerakan Islamisasi ilmu bisa menjadi salah satu alternatif bagi upaya “penyembuhan” bagi kelemahan pengetahuan dunia selama ini. (IIIT Indonesia, Kamis, 5 Juni 2003)
Membangun Epistemologi Islami (Burhani & Irfani) ; Penyelarasan Metodologi Dalam Perspektif Al-Jabiri
0
M. Imdadur Rahman
Focus dalam karya tulis kali ini, lebih terfokus kepada tipologi epistemology Islam al-Jabiri, yaitu "kritik nalar Arab". Disini sebagaimana analisa kami, bahwa focus pembicaraan al-jabiri sebenarnya adalah nalar Arab, bukan nalar Islam. Hal ini, dikarenakan sasaran kajiannya memang tradisi Arab dan struktur nalar yang membangunnya. Namun karena Islam adalah sebagai bagian dari tradisi Arab dan dalam perkembangannya, keduanya saling mempengaruhi, maka pembicaraan mengenai jelas suatu keniscayaan, sehingga al-Jabiri ini kemudian banyak memberikan inspirasi bagi pemikir Muslim kontemporer lainnya untuk melihat kembali struktur bangunan epistemology Islam, sebagai dasar bagi bangunan ilmu-ilmu keislaman.
Sekilas Tentang Epistemologi Burha>ni>
Dalam pengertian sederhana (elementer), al-burha>n secara mantiqi> (logika) berarti aktifitas pikir yang dapat menetapkan kebenaran proposisi (qad}i>yah melalui pendekatan deduktif (al-istinta>j)) dengan cara mengaitkan proposisi satu dengan yang lain yang telah terbukti secara aksiomatik (badi>hi>). Dalam arti universal, al-burha>n berarti aktifitas intelektual untuk menetapkan suatu proposisi tertentu. Al-Ja>biri> mendekatinya melalui sistem epistemologi yang ia bangun dengan metodologi berpikir yang khas, bukan menurut terminologi mantiqi> dan juga tidak dalam pengertian umum, dan berbeda dari yang lain. Epistemologi tersebut pada abad-abad pertengahan menempati wilayah pergumulan kebudayaan Arab Islam yang mendampingi epistemologi baya>ni> dan `irfa>ni
Kehadiran epistemologi di atas, bila ditelusuri dalam wilayah kebudayaan Arab Islam dengan pendekatan komparatif, baya>ni>, atau` irfa>ni>, maka dapat ditarik benang merah bahwa epistemologi baya>ni> menekankan kajian dari teks (nas}s), ijma' dengan ijtihad sebagai referensi dasarnya dalam rangka menjustifikasi aqidah tertentu; sedangkan `irfa>ni> dibangun di atas semangat intuisi (kashshaf) yang banyak menekankan aspek kewalian (al-wila>yah) yang inheren dengan ajaran monisme atau kesatuan dengan Tuhan dan epistemologi burha>ni> menekankan visinya pada potensi bawaan manusia secara naluriyah, inderawi, eksperimentasi, dan konspetualisasi (al-h}iss, al tajribah wa muh}a>kamah 'aqli>yah).
Adalah Aristoteles orang yang pertama membangun epistemologi burhani yang populer dengan logika mantiq yang meliputi persoalan alam, manusia dan Tuhan. Aristoteles sendiri menyebut logika itu dengan metode analitik. Analisis ilmu atas prinsip dasarnya baik proporsi h}amli>yah (Categorical Proposition) maupun shart}I>yah (Hypothetical Proposition) pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan berupa aturan-aturan untuk menjaga kesalahan berpikir. Wilayah yang menjadi obyeknya meliputi 10 persoalan substansi, yang pertama dan yang sembilan adalah oksiden dengan segala derivasinya; kuantitas (panjang), kualitas, hubungan (id}afah), tempat atau ruang, waktu, kepemilikan, fiil (pasi ( infi'al (affectif) atau ilmu pengetahuan. Adapun kecakapan untuk berpikir lurus dalam penalaran dibedakan menjadi dua kegiatan: analitika dan dialektika Analitika dipakai untuk menyebut cara penalaran dan argumentasi yang berdasarkan pada pernyataan-pernyataan yang benar, akan tetapi burha>ni> adalah aktifitas berpikir secara mantiqi yang identik dengan silogisme atau al-qiya>s al-ja>mi` yang tersusun dari beberapa anasir (proposisi). Dengan demikian, burha>ni> (al-qiya>s al-'ilmi>) menekankan tiga syarat, pertama, mengetahui terma perantara yang 'illah (causa) bagi kesimpulan (ma'rifat al-hadd al-ausat} wa al-nati>jah); kedua, keserasian hubungan relasional antara terma-terma dan
kesimpulan (tarti>b al-`ala>qah bayn al-illah wa al-ma'lu>l), antara terma perantara dan kesimpulan-kesimpulan sebagai sistematika qiyas; dan ketiga, nati>jah (kesimpulan) harus muncul secara otomatis dan tidak mungkin muncul kesimpulan yang lain. Qiyas ketiga ini yang inheren dengan epistemologi burha>ni
Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa logika Aristoteles lebih memperlihatkan nilai epistemologi dari pada logika formal. Demikian pula halnya dengan diskursus filsafat kita dewasa ini yang melihat persoalan alam (alam, Tuhan dan manusia) bukan lagi persoalan proposisi metafisika karena epistemologi burha>ni dikedepankan untuk menghasilkan pengetahuan yang valid dan bangunan pengetahuan yang meyakinkan tentang persoalan duniawi dan alam. Dinamika kehidupan kontemporer dewasa ini bisa memilah-milah masing-masing pendekatan epistemologik: baya>ni> dan `irfa>ni> karena masing-masing memiliki tipikal satu sama lain, dan epistemologi burha>ni> bisa menjadi pemoles keserasian hubungan antara kedua epistemologi di atas.
Burha>ni> dalam Akselerasi Kebudayaan Islam ; Proses Penyelarasan Metode
Dua epistemologi Islam, baya>ni> dan `irfa>ni>, adalah dua pendekatan yang mendahului epistemologi burha>ni> dalam akselerasi kebudayaan Arab Islam. Bila baya>ni> lebih menekankan metodologinya pada otoritas nas}s} dan dijustifikasi oleh akal kebahasaan yang terwakili oleh fuqaha', dengan pembidikan wilayah eksoteris, maka `irfa>ni> terkesan berseberangan dengan baya>ni>, karena menonjolkan kajian pada garis distingtif antara realitas wujud dengan realitas mutlak yang dapat didekap dengan metodologi kashshf, dhawq, intuisi dalam menangkap apa yang ada di balik meta teks. Alasan mendasarnya, karena epistemologi `irfa>ni> lebih menekankan pada direct experience (`al-`ilm al-h}ud}u>ri>) sehingga otoritas akal menjadi tertepis karena lebih bersifat partisipatif. Wilayah cakupannya lebih identik dengan perwalian (al-wilayah(
Kedua epistemologi di atas terkesan berseberangan dalam menangkap wacana masing-masing karena perbedaan episteme. Namun demikian, episteme keduanya masih dibangun di atas nilai al-Qur'a>n dan h}adi>th. Meskipun epistemologi Islam di satu pihak membahas masalah-masalah epistemologi pada umumnya, tetapi di lain pihak, dalam arti khusus filsafat Islam juga menyangkut pembicaraan mengenai wahyu dan ilham sebagai sumber pengetahuan dalam Islam; wahyu sebagai sumber primer, sedangkan ilham pengetahuan bagi epistemologi `irfa>ni>. Poeradi Sastra --sebagaimana dikutip oleh M. Amin-- membagi tingkat epistemologi Islam antara lain: (1) perenungan (contemplation) tentang sunnatullah sebagaimana dianjurkan di dalam al-Qur'a>n al-Kari>m; (2) penginderaan (sensation); (3) pencerapan (perception); (4) penyajian (representation); (5) konsep (concept); (6) timbangan (judgement); dan (7) penalaran (reasoning)
Dalam tradisi Arab Islam, logika bahasa atau logika baya>ni> sudah bukan lagi sekedar kaidah bahasa, melainkan telah menjadi metode dalam berpikir. Karena itu, kedatangan logika Aristoteles dianggap sebagai tandingan bagi logika bahasa dan merupakan ancaman bagi ulama nahwu. Perdebatan sengit antara Abu> Sa'i>d al-Si>rafi>, seorang ahli nahwu, dengan Abi> Bishr Matta>`, seorang ahli logika yang terjadi sesudah masa al-Kindy dapat dijadikan sampel bagi hilangnya keselarasan kedua logika tersebut
Al-Farabi mencoba membangun konsep yang menyeluruh dalam upayanya untuk menyelaraskan hubungan antara baya>ni> sebagai motode dan visi di satu sisi, dengan burha>ni> sebagai metode dan visi di sisi lain, yakni keselaran antara Nahwu dengan logika dan antara filsafat dan agama.
Burha>ni>: Kontribusinya Terhadap Baya>ni> & `Irfa>ni>
Epistemologi burha>ni> sebagai sebuah pendekatan telah tertepis dari akselerasi budaya Arab Islam karena pengaruh al-Ghaza>li> yang hanya menempatkan aspek akal sebagai media untuk beristidla>l dengan yang sha>hid dengan yang ghayb. Bahkan al-Ghaza>li> dalam pembahasannya banyak mensintesisikan dalam tiga epstemologi (baya>ni>, `irfa>ni> dan burha>ni>). Epistemologi baya>ni> mampu menjadi pembuka pintu bagi `irfa>ni> (menurut tasawuf sunni) dan membuka epistemologi burha>ni
metode muta'akhirin yang telah terasimilasi dan terakulturasi dengan persoalan filsafat, dan kalam) sedangkan `irfa>ni> mampu menjadi jembatan bagi baya>ni dengan mengambil makna eksoteris dalam bangunan syari'ah menurut Ibnu `Arabi yang ditekankan oleh kalangan sufi. Sedangkan pada burha>ni> (fungsi Hermes yang merujuk pada sistem berpikir Aristoteles) yaitu, aktifitas yang berjalan dalam epistemologi `irfa>ni> visi Isma>'ili>yah kemudian diadopsi oleh Ibnu Arabi dalam `irfa>ni> sufi yang dijadikan alas bangunan tasawuf batini seperti tokoh sezamannya (al-Suhrawardi, al-H{alabi>) membentuk madhhab lain yang didasarkan pada filsafat illuminatif yang masih hidup di Iran sampai sekarang. Maka, fungsi asimilasi antara sistem ketiga epistemologi selalu disertai dengan aktifitas untuk mengembalikan dasar pijakan. Mengembalikan dasar pijakan baya>ni> dan keserasian hubungannya dengan burha>ni> dari sini dapat dipetakan menjadi dua: pertama, bentuk formal yang bersifat general tentang yang disebut asimilasi seperti yang dikaji dalam diskursus kalam; kedua, upaya mengembalikan bangunan pemikirannya menurut ruang lingkup yang meliputi beberapa aspek kajian.
Ubitmenu: Menu Klasik Untuk Office 2007 / office 2010
0
Ubitmenu: Menu Klasik Untuk Office 2007 / office 2010 - Terus terang, ketika Q pertama kali menginstall office 2007 sedikit tercengang melihat tampilan menu barunya. Betapa tidak, menu yang terdapat pada office 2007 benar-benar berbeda 100% dari versi sebelumnya yaitu office 2003. Oleh karena itu, kang Rohman harus belajar dari awal lagi untuk mengenal menu-menu yang terdapat pada office 2007.
Bagi Ente yang menggunakan office 2007 atau office 2010 namun tampilan menu nya ingin seperti office 2003, ada satu Add-ins yang bisa membuat menu office 2003 pada ofice 2007 / office 2010 namanya adalah UbitMenu. UbitMenu mampu menambahkan satu menu yang tampilannya mirip dengan office 2003 baik itu pada Microsoft Word, Microsoft Excel serta Microsoft PowerPoint.
UbitMenu bisa anda download secara gratis, namun untuk pemakaian pribadi atau untuk versi trial saja. Untuk pemakaian pada instansi atau kantoran harus membayar lisensi. File UbitMenu tidaklah terlalu besar, hanya sekitar 336 KB.
Yang berminat, silahkan langsung pada situs penyedianya di http://www.ubit.ch/software/ubitmenu-languages.
atau
Klik Disini
Semoga dengan adanya menu ini, anda tidak usah berpusing ria. Tapi tentunya kita harus pula belajar dengan tampilan menu baru yang ada pada office 2007 atau 2010.
Precalculus Solved v2008.10.10 Portable
0
ya harap, dengan di share nya software matematika ini, dapat memotivasi belajar sobat blogger, khususnya dalam pelajaran matematika. Amiiin,,
GeoGebra - Software Belajar Matematika
0
Speccy | Tool Buat Mengetahui Details Komputer
0
Terkadang kita penasaran juga yah sob dengan komponen komputer yang kita gunakan. Bener nggak sih seperti yang ada di pembelian?? Kan bisa aja penjual nya menipu, karena kita nggak tau apa-apa, pokoknya mah kita tau nya bisa jalan aja. Buat sobat blogger yang ingin mengetahui detail komponen yang di gunakan di komputer kita, silahkan coba tool Speccy. Cekidot,,
Speccy merupakan sebuah tool yang berfungsi untuk mengecek komponen-komponen apa saja yang sudah terinstal di komputer. Speccy ini dibuat oleh Piriform. Pasti udah tau Piriform kan?? itu loh yang buat aplikasi CCLeaner. Speccy ini bersifat freeware seperti pendahulunya. Jadi silahkan di coba aja, aplikasi Speecy ini sangat cocok digunakan untuk kalangan teknisi, admin dan sobat blogger yang penasaran aja,, heheh
When you go to a computer store and see all the bright shiny PCs laid out next to each other, most will have tags or stickers indicating the :
Processor brand and model
Hard drive size and speed
Amount of memory (RAM)
Graphics card
Operating system
Support :
Windows 2000, XP, 2003, Vista, Windows7, XP64, Vista64, Windows7 64.
Speccy | Tool Buat Mengetahui Details Komputer
Download Now
Kumpulan Kode-kode Rahasia Ponsel Terkini
0
Berikut kode rahasia hp yang ada pada ponsel-ponsel GSM , kode rahasia Nokia, kode rahasia Sony Ericsson, kode rahasia Motorola, kode rahasia Samsung, kode rahasia BenQ-Siemens, kode rahasia LG, kode rahasia Philips, kode rahasia Panasonic dan kode rahasia Alcatel.
Catatan: Tidak semua seri dapat menerima kode ini. Ada beberapa kode yang hanya dapat digunakan pada hp tipe tertentu saja.
HP Nokia
*#06# Mena
Monday, 26 July 2010
Google Hacking Trick
6
Google… Siapa sih yang ngga kenal…
Bulan Sya’ban dan Keutamaannya
0
Bulan Sya’ban secara urutan bulan hijriah jatuh sebelum bulan Ramadhan. Dalam riwayat Imam Bukhari, Aisyah ra. menceritakan, bahwa Rasulullah saw. selalu memperbanyak puasa di bulan Sya’ban? Bahkan dalam riwayat lain dikatakan bahwa tidak ada bulan melebihi bulan Sya’ban di dalamnya Rasulullah saw. berpuasa. Dalam hadits lain disebutkan bahwa Nabi saw. berpuasa mayoritas hari-hari bulan Sya’ban. Mengapa?
Ada beberapa rahasia
NeoBook : Membuat Aplikasi, Presentasi dan eBook Tanpa harus Mahir Pemrograman
0
Bila anda orang yang tak bermodal, tak berotak pintar dan tak bertenaga super, maka Berbisnislah pakai uang, dengkul, pikiran dan tenaga orang lain.....mungkin itulah yang pernah Q baca dan dengar dari entreupreuner sukses untuk menjadi pebisnis sukses... Mungkin senada dengan itu, bila anda kurang faham dengan pemrograman, tapi anda ingin sukses membuat program pakailah dan atau sewalah programer pinter dll... Tapi bila anda hanya ingin sekedar membuat program yang tak begitu-begitu rumit kenapa tidak memakai program instant ? Cobalah memakai Multi Media Builder atau aplikasi kecil Neobook ini. Ente bisa menggunakannya untuk membuat aplikasi handal, presentasi menarik dan ebook kreatif. Disertai beberapa contoh aplikasi yang bisa membuat inspirasi baru buat anda. Hasilnya bisa langsung dikompile jadi file exe (executable = bisa dieksekusi/dijalankan).
Sekedar penjelas, NeoBook adalah pembangun aplikasi multimedia authoring profesional dan sistem untuk menciptakan presentasi. tarik intuitif dan interface NeoBook drop memudahkan bagi siapa saja untuk menggabungkan teks, gambar, suara, video, animasi Flash, konten HTML, efek khusus dan elemen lain untuk menghasilkan aplikasi canggih multimedia untuk Windows - tanpa pemrograman. Selesai publikasi dapat dikompilasi menjadi aplikasi Windows yang berdiri sendiri (exe) atau screen saver (scr) yang boleh didistribusikan atau dijual tanpa royalti. Built-in scripting bahasa dan berbagai plug-in ini juga tersedia untuk memperluas kemampuan NeoBook lebih jauh.
Tertarik... ?
langsung coMot aj DISINI Nda !!!
Download Neo Book 5.6.2 Full
Sunday, 25 July 2010
MathType : Menulis Rumus dan Pernyataan Matematika dengan Mudah
0
Cara Menghilangkan Dan Mengganti Widget Attribution Footer Blog 2
11
Menurut saya ini akan mengurangi kretifitas saya sendiri dengan adanya Attribution footer ini, dan saya ingin berbagi tips bagaimana cara menghilangkan dan merubah Attribution footer ini.
Gratis REKSO TRANSLATOR RELEASE 2.1 - Transtool Generasi Baru Penerjemahan Akurasi Tinggi
1
Ni ada software penerjemah yang Q suka sOb, dari sono nya sih harus beli, kebetulan Q dapat yang gratisan dari link tetangga. dengan software ni, itung2 buat nambah ilmu inggriss gt,.. dari pada harus buka-tutup kamus inggris-Indonesiaataupun Inggris - Jepang DanArab-Indonesia yang tebel2, tambah pusing ae.. hehe. Sebenarnya sih ada 1 lg software terjemah kayak Gn (Translator XP), Insyaallah laen waktu tak Posting di sini. Q make 2 2 nya
Saturday, 24 July 2010
Menebak Dan Membaca Watak, Pikiran Melalui Gerakan Mata.
2
Pertanda seseorang tertarik dengan pembicaraan