Al-Qur'an
adalah firman Allah SWT, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai
kitab suci agama Islam. Diantara tujuan utama diturunkannya adalah untuk
pedoman bagi umat manusia di dalam menjalani dan menata kehidupan agar
memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Sebagaimana
diketahui bahwa iman merupakan pondasi kokoh yang ada dalam setiap gerak
langkah seseorang dan mempunyai pengaruh yang sangat besar. Iman bisa menjadi
stabilisator dan dinamisator hidup. Iman adalah sumber kebahagiaan dan
ketiadaan iman adalah sumber derita dan petaka, karena iman sangat mahal
harganya bahkan ia lebih mahal dari langit dan bumi.
Berkenaan
dengan persoalan iman, penulis akan men-takhrij
sebuah hadis tentang iman riwayat Ibn Majah (209-273 H), hadis yang dimaksud
adalah;
لَا يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُؤْمِنَ بِأَرْبَعٍ، بِاللَّهِ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ
لَهُ، وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ، وَبِالْبَعْثِ بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالْقَدَرِ
Secara
sistematis, langkah-langkah yang akan dilakukan dalam men-takhrij hadis di atas
adalah sebagai berikut; (1) Takhrij al-hadith, (2) Al-I'tibar (3)
Tarjamah al-Ruwat dan Naqd al-Sanad, (4) Natijah (al-Hukm
'ala al-hadith), (5) Naq al-Matn, serta (6) Fiqh al-Hadith (Sharh
al-Hadith).
1.
Takhrij
al-hadith
Hadis
di atas, yang membicarakan tentang iman, diriwayatkan oleh 'Abdullah bin 'Amir
bin Zurarah dari Sharik, dari Mansur, dari Rib'i, dari 'Ali.
Ketika
ditelusuri lafaz hadis tersebut melalui kata-kata dalam matan hadis dengan
menggunakan Al-Mu'jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadith al-Nabawi[1], dengan
menelusuri melalui kata-kata (قدر), ditemukan 2 riwayat hadith yang ada
persamaan dalam matannya, yaitu terletak pada;
1. Kitab Sunan
Ibn Majah, halaman 32; Hadis nomor 81.
2. Kitab Sunan
al-Tirmizi, halaman 393. Hadis nomor 2145.
Untuk
kepentingan kegiatan I'tibar, sebagai langkah berikutnya dalam
penelitian ini, dengan ini dikutipkan matan dan sanad yang ditakhrij
oleh Ibn Majah dan Al-Tirmizi, sebagai berikut;
1. Pada
Sunan Ibn Majah, yaitu
[81] حَدَّثَنَا عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ عَامِرِ بْنِ زُرَارَةَ، حَدَّثَنَا
شَرِيكٌ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ رِبْعِيٍّ، عَنْ عَلِيٍّ، قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ : "
لَا يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُؤْمِنَ بِأَرْبَعٍ، بِاللَّهِ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ
لَهُ، وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ، وَبِالْبَعْثِ بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالْقَدَرِ
"
2. Di dalam
Sunan al-Tirmizi, matan dan sanad-nya adalah sebagai berikut;
[2145] حَدَّثَنَا
مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ،
حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ، قَالَ: أَنْبَأَنَا شُعْبَةُ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ رِبْعِيِّ بْنِ حِرَاشٍ، عَنْ
عَلِيٍّ، قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ : " لَا يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُؤْمِنَ بِأَرْبَعٍ:
يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ
بَعَثَنِي بِالْحَقِّ، وَيُؤْمِنُ بِالْمَوْتِ، وَبِالْبَعْثِ بَعْدَ الْمَوْتِ،
وَيُؤْمِنُ بِالْقَدَرِ "، حَدَّثَنَا
مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ،
حَدَّثَنَا النَّضْرُ بْنُ
شُمَيْلٍ، عَنْ شُعْبَةَ،
نَحْوَهُ، إِلَّا أَنَّهُ قَالَ: رِبْعِيٌّ، عَنْ رَجُلٍ، عَنْ عَلِيٍّ، قَالَ
أَبُو عِيسَى: حَدِيثُ أَبِي دَاوُدَ، عَنْ شُعْبَةَ عِنْدِي أَصَحُّ مِنْ حَدِيثِ
النَّضْرِ، وَهَكَذَا رَوَى غَيْرُ وَاحِدٍ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ رِبْعِيٍّ، عَنْ
عَلِيٍّ، حَدَّثَنَا الْجَارُودُ، قَال: سَمِعْتُ وَكِيعًا، يَقُولُ: بَلَغَنَا
أَنَّ رِبْعِيًّا لَمْ يَكْذِبْ فِي الْإِسْلَامِ كِذْبَةً
3. Di dalam
Musnad Ahmad bin Hambal matan dan sanad-nya adalah sebagai berikut;
[760] حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ
مَنْصُورٍ، عَنْ رِبْعِيِّ بْنِ حِرَاشٍ، عَنْ
عَلِيٍّ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ أَنَّهُ قَالَ: " لَا يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُؤْمِنَ بِأَرْبَعٍ: حَتَّى
يَشْهَدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ، بَعَثَنِي
بِالْحَقِّ، وَحَتَّى يُؤْمِنَ بِالْبَعْثِ بَعْدَ الْمَوْتِ، وَحَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ
SUSUNAN SANAD
(DOWNLOAD PADA AKHIR ARTIKEL)
2.
Al-I'tibar
Kedua
riwayat hadis tentang Iman di atas, selanjutnya di I'tibar dengan cara
mengkombinasikan antara sanad yang satu dengan yang lainnya, sehingga terlihat
dengan jelas seluruh sanad hadis yang diteliti, demikian juga dengan
seluruh perawinya dan metode periwayatannya.
Dengan
dilakukan I'tibar tersebut, akan dapat diketahui apakah ada unsur mutabi'
atau shahid[2] pada
hadis tersebut atau tidak. Dan hasil I'tibar dari sanad hadis
tentang iman dapat di lihat pada skema berikut;
( BISA ANDA DOWNLOAD PADA AKHIR ARTIKEL)
3.
Tarjamah
al-Ruwat dan Naqd al-Sanad
Penelitian ini membatasi diri
pada hadis Ibnu Majah, berikut urutan para perawi ;
a.
'Abdullah bin 'Amir bin Zurarah.
Nama
lengkapnya adalah 'Abdullah bin 'Amir bin Zurarah al-Hadrami. Masa hidupnya,
Dia meninggal dunia pada tahun 237 H. [3]
Gurunya,
'Abdullah bin 'Amir berguru dan menerima hadis dari sejumlah 'Ulama',
diantaranya Abi Bakar bin 'Iyash, 'Ali bin Mashur, Yahya bin Zakariya bin Abi
Zaidah, 'Abdullah al-Rahim bin Sulaiman, Ma'li bin Hilal, Muhammad bin Fadil,
'Abidah bin Hamid, Sharik ibn 'Abdullah, dan lain-lain.[4]
Muridnya,
'Abdullah bin 'Amir sendiri mempunyai sejulah murid yang meriwayatkan hadis
darinya. Di antara murid-muridnya adalah Muslim, Abu Dawud, Ibn Majah, Baqi bin
Mukhallid, Abu Zur'ah, Abu Hatim, Muhammad bin "Uthman bin Abi Shaybah,
Muhammad bin 'Abdullah al-Hadrami, 'Abdullah bin Ahmad, Muhammad bin Salih bin
Darij, Abu Bakar bin Abi 'Asim, Hasan bin 'Ali al-Ma'mari, 'Abdani al-Ahwazi,
al-Hasan bin Sufyan, Abu Yu'la, dan lain-lain.[5]
Pernyataan
para kritikus hadis tentang diri 'Abdullah bin 'Amir, mengenai pribadinya, para
kritikus hadis berpendapat
1. Abu Hatim bahwa dia adalah Saduq,
2. Berdasarkan
sumber dari Ibn Hibban, dikatakan bahwa 'Abdullah bin 'Amir bin Zurarah adalah
orang yang thiqah dan Mustaqim al-Hadith.
3. Al-Dahabi
mengatakan, bahwa 'Abdullah bin 'Amir adalah seorang yang thiqqah.[6]
Dari komentar para kritikus
hadis di atas terlihat secara jelas bahwa 'Abdullah bin 'Amir adalah orang yang
thiqqah dan saduq, dan karenanya pula, dapat dikatakan bahwa
sanad antara 'Abdullah bin 'Amir dan Sharik bin 'Abdullah adalah dalam keadaan
bersambung (muttasil).
b.
Sharik.
Nama
lengkapnya adalah Sharik bin 'Abdullah bin Abi Sharik al-Nakha'i Abu 'Abdullah
al-Kufi al-Qadi.[7]
Masa
hidupnya, sebagaimana yang dikatakan oleh Ahmad bin Hanbal, Dia dilakirkan pada
tahun 90 H dan meninggal pada tahun 177 H.
Gurunya,
berguru dan menerima hadis dari sejumlah 'Ulama', diantaranya, Ziyad bin 'Alaqah,
Abi Ishaq al-Sabi'i, 'Abd al-Malik bin 'Amir, 'Abbas bin Dharij, Ibrahim bin
Jarir al-'Ajali, Isma'il bin Abi Khalid, Rakin bin al-Rabi', Abi Fazarah Rashid
Ibn Kisan, Khasifah, 'Asim bin Sulaiman al-Ahwal, Samak bin Harb, al-'Amash, Mansur
bin al-Mu'tamar, Zabidi al-Yami, 'Asim bin Bahdalah, 'Asim bin Kalib, 'Abd
al-'Aziz bin Rafi', Muqaddam bin Sharih, Hisham ibn 'urwah, Abidullah bin
'Umar, 'Imarah bin Qa'qa', 'Imar al-Dahni, 'Atha' bin al-Saib dan khalaq.[8]
Murid-muridnya,
di antara murid-muridnya adalah Abi Muhdi, Waki', Yahya bin Adam, Yunus bin Muhammad
al-Muadib, Fadl bin Musa al-Sinani, 'Abd al-Salam bin Harb, Hashim, Abu al-Nadr
Hashim, Abu Ahmad al-Zubair, Ishaq al-Azraq, Aswad bin 'Amir Shadani, Abu Usamah,
Husain bin Muhammad al-Marwadhi, Hujaj ibn Muhammad, Ishaq bin 'Isa bin al-Taba',
Hatim bin Ismail, Ya'qub bin Ibrahim bin Sa'd, Zaid bin Harun, Abu Na'im, Abu
Ghisan al-Nahdi, Abna Abi Shaibah, 'Ali bin Hajar, Muhammad ibn al-Sibah
al-Dawlabi, Muhammad bin al-Tufail al-Nakhai, Qutaybah bin Sa'id, Muhammad bin
Sulaiman dan anaknya 'Abd al-Rahman bin Sharik, dan lain-lain.[9]
Pernyataan
para kritikus hadis tentang diri Sharik bin 'Abdullah, mengenai pribadinya,
para kritikus hadis berpendapat;
1. Abu Hatim bahwa dia adalah Saduq,
2. Menurut Ahmad
bin Hanbal bahwa dia adalah seorang yang saduq.
3. Yahya bin
Mu'in mengatakan bahwa dia adalah saduq thiqqah.[10]
Para kritikus hadis menyatakan bahwa
Sharik adalah seorang yang thiqqah, saduq, maka dengan demikian
pernyataan Sharik bahwa dia telah menerima riwayat hadis dari 'Abdullah bin 'Amir
dapat dipercaya; dan karenanya dapat dikatakan bahwa sanad antara dia
dengan Mansur adalah bersambung.
c.
Mansur
Nama
lengkapnya adalah Mansur bin al-Mu'tamar bin 'Abdullah bin Rabi"ah dan
dikatakan juga dia adalah al-Mu'tamar bin 'Attab bin Farqad al-Salami Abu 'Attab
al-Kufi.[11]
Masa
hidupnya, sebagaimana yang dikatakan oleh Abi Sa'ad dia meninggal pada tahun 123
H.
Gurunya,
berguru dan menerima hadis dari sejumlah 'Ulama', diantaranya, Abi Wail, Zaid
bin Wahab, Ibrahim al-Nakha'i, al-Hasan al-Basri, Rib'i Ibnu Harash,
Tamim bin Salmah, Khaythimah bin Abd al-Rahman, Dhar bin Abdullah al-Marhabi,
Sa'ad bin 'Abidah, Sa'id bin Jabir, Ibnu Hazim al-Ashja'i, Talhah bin Masraf,
'Abdullah bin Marrah, Mujahid, Abi al-Dahi, al-Musayyab bin Rafi', Minhal bin
'Umar, Hilal bin Yasaf, Abi 'Uthman al-Tiban, 'Abdullah Ibnu Yassar al-Jahni,
'Ali bin al-Aqmar.[12]
Murid-muridnya,
di antara murid-muridnya adalah Ayyub, Hasin bin 'Abd al-Rahman, al-'A'mashi,
Sulaiman al-Tamimi, al-Thauri, Shu'bah, Shaiban, Zaidah, Zahir, Jarah bin Malih,
Abu al-Ahwas, Sufyan bin 'Uyaynah, 'Abidah Ibnu Hamid, Jarir bin 'Abd al-Hamid,
'Abd al-'Aziz bin 'Abd al-Samad al-'Ammi, Ziyad bin 'Abdullah al-Bakai dan
lain-lainnya.[13]
Pernyataan
para kritikus hadis tentang diri Mansur bin al-Mu'tamar, mengenai pribadinya,
para kritikus hadis berpendapat;
1. Abu Hatim bahwa dia adalah Thiqqah.
2. Sebagaimana
yang dikatakan al-'Ajali bahwa dia adalah Thiqqah Thubut.
3. Muhammad
bin Sa'ad mengatakan bahwa dia adalah Thiqqah Ma'mun.[14]
Para kritikus hadis menyatakan bahwa
Mansur bin al-Mu'tamar adalah seorang yang thiqqah, maka dengan demikian
pernyataan Mansur bahwa dia telah menerima riwayat hadis dari Sharik bin
'Abdullah dapat dipercaya; dan karenanya dapat dikatakan bahwa sanad antara dia
dengan Rib'i adalah bersambung
d.
Rib'i
Nama
lengkapnya adalah Rib'i bin Harash bin Jahash bin 'Umar bin 'Abdullah bin Bajad
al-'Abbasi Abu Maryam al-Kufi.[15]
Masa
hidupnya, sebagaimana yang dikatakan oleh Abu 'Abid, dia meninggal pada tahun
100 H, menurut Ibnu Namir dia meninggal pada tahun 101 H, berbeda juga dengan
Ibnu Mu'in dan lainnya, dia meninggal pada tahun 104 H.
Gurunya,
berguru dan menerima hadis dari sejumlah 'Ulama', diantaranya, 'Umar, 'Ali,
Ibnu Mas'ud, Abi Musa. 'Imran bin Hasin, Hudhaifah bin al-Yaman, Tariq al-Maharibi,
Abi al-Yasar Ka'ab bin 'Umar al-Salami, Abi Mas'ud, Kharshah bin al-Hur, 'Umar bin
Maimun dan lain sebagainya.[16]
Murid-muridnya,
di antara murid-muridnya adalah 'Abd al-Malik bin 'Amir, Abu Malik al-Ashja'i,
al-Sha'bi, Na'im bin Abi Hind, Mansur bin al-Mu'tamar, 'Umar bin Haram, Hilal
bin 'Abd al-Rahman dan lain sebagainya.[17]
Pernyataan
para kritikus hadis tentang diri Mansur bin al-Mu'tamar, mengenai pribadinya,
para kritikus hadis berpendapat;
1. Muhammad
bin Sa'ad mengatakan bahwa dia adalah seorang yang thiqqah.
2. Menurut
al-'Ajali, dia adalah seorang yang thiqqah.
3. Ibnu Hibban
mengatakan bahwa dia adalah thiqqah.[18]
Dari
komentar para kritikus hadis di atas terlihat secara jelas bahwa 'Abdullah bin
'Amir adalah orang yang thiqqah, dan karenanya pula, dapat dikatakan
bahwa sanad antara 'Abdullah bin 'Amir dan 'Ali adalah dalam keadaan bersambung
(muttasil).
e.
'Ali
Nama
lengkapnya adalah 'Ali bin Abi Talib bin 'Abdul Manaf bin Abd al-Mu'talib bin
Hashim bin 'Abdul Manaf Abu al-Hasan al-Hashimi. Amir al-Mu'minin.[19]
Masa
hidupnya, beliau dilahirkan pada tahun ke-23 sebelum Hijrah, meninggal pada
tahun 661 H M/40 H). dan beliau merupakan sahabat dan menantu Nabi yang
terkenal dengan kepandaiannya serta kepiawaiannya dalam menetapkan sebua
keputusan.
Gurunya,
para gurunya adalah Rasulullah SAW, Abu Bakar, 'Umar, Miqdad bin al-Aswad dan
Istrinya Fatimah putrid Rasulullah SAW.[20]
Murid-muridnya.
Di antara para muridnya adalah anak-anaknya sendiri Hasan dan Husain, Abu Hanifah,
'Umar, Fatimah, 'Ali, 'Abdullah bin Ja'far bin Abi Talib, 'Abidullah bin Abi Rafi',
'Abdullah bin Mas'ud, Abu Hurairah, Abu Sa'id al-Khudri, Bashar bin Sahim, Ibnu
Abbas, Rib'i bin Harash, Sharih bin Hanik dan lainnya.[21]
Pernyataan
para kritikus hadis tentang dirinya adalah, sebagaiman yang dikatakan 'Abd Ra.zaq bahwa, "huwa awwalu man
aslama ba'da Khadijah"[22]
Para kritikus hadis telah memberikan
penilaian yang baik kepada 'Ali dan bahkan Rasulullah sendiri menyatakan bahwa
'Ali adalah gerbangnya ilmu. Dia juga adalah seorang yang cerdas dan paling thabit.
Selain itu, tidak seorang pun yang menyangsikan tentang kepribadiannya. Oleh
karenanya, kita dapat mempercayai pernyataannya bahwa dirinya telah menerima
riwayat hadis dari Rasulullah SAW. Dan dengan demikian, dapat kita katakan,
bahwa sanad antara 'Ali dengan Rasulullah SAW adalah dalam keadaan bersambung.
4.
Natijah
(Hukm al-Hadith)
Uraian
mengenai sanad hadis tentang iman, yang di-takhrij oleh Ibn Majah
di atas, menghasilkan beberapa catatan, sebagai berikut;
1. Dari segi
kualitas pribadi dan kapasitas intelektual para perawinya, terlihat bahwa
seluruh perawi yang terlibat dalam periwayatan hadis tersebut adalah thiqqah.
2. Dari segi
hubungan periwayatan, maka seluruh sanad hadis tersebut adalah
bersambung (muttasil).
3. Dari segi
mata rantai sanad, maka rangkaian periwayatan tersebut dinyatakan sebagai asah
al-Asanid.
Berdasarkan
beberapa catatan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sanad hadis yang
di-takhrij oleh Ibn Majah di atas, hukumnya adalah Sahih Lidzatihi.
Akan
tetapi jika kita ambil hadis al-Turmuzi yang bersanad Muhammad bin Ghaylan, Nadar
bin Shumayl, Shu'bah bin al-Hajjaj, Rib'i bin Harash, Rajul (seseorang yang
tidak diketahui identitasnya), 'Ali, maka hadis tersebut adalah hadis Daif,
karena ada salah seorang perawi yang tidak diketahui identitasnya.
Di
samping sanad sebagaimana tertera di atas, al-Turmuzi juga mengemukakan sanad
yang lain, yakni Mahmud bin Ghaylan, Sulaiman bin Dawud, Shu'bah bin al-Hajjaj,
Mansur, Rib'i, 'Ali.
Hadis
al-Turmuzi yang bersanadkan Mahmud bin Ghaylan, Sulaiman bin Dawud, Shu'bah bin
al-Hajjaj dan hadis Ibn Majah yang bersanadkan 'Abdullah bin 'Amir, Sharik
adalah menjadi muttabi' bagi hadis al-Turmuzi yang bersanad Mahmud bin
Ghaylan, Nadar bin Shumayl.
Dengan
demikian, maka hadis al-Turmuzi yang bersanad Mahmud bin Ghaylan, Nadar bin
Shumayl yang Da'if itu naiklah nilainya menjadi Hasan Lighairihi, karena
kedaifannya telah diangkat oleh muttabi' yaitu hadis yang ia riwayatkan
sendiri melalui sanad Mahmud bin Ghaylan, Sulaiman bin Dawud dan hadis Ibn Majah
yang bersanad 'Abdullah bin 'Amir, Sharik.
5.
Naqd
al-Matn
Sebagaimana
matannya, hadis riwayat Ibn Majah tersebut sama sekali tidak tampak adanya shadhdh
dan 'illah. Karena hadis tersebut tidak bertentangan dengan riwayat yang
lain berkenaan dengan masalah tersebut.
Begitu
juga apabila dilihat dari kandungannya, hadis tersebut tidak bertentangan
dengan al-Qur'an dan al-hadith, bahkan banyak ayat-ayat al-Qur'an dan beberapa
hadis yang sejalan dengannya dan bukan berarti iman kepada yang empat tersebut
merupakan kesempurnaan seseorang dalam hal keimannya, akan tetapi perlu di
ingat lagi bahwa iman kepada Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, juga
merupakan kesempurnaan iman seseorang, akan tetapi kalau dicermati secara baik,
hadis-hadis tersebut di atas, substansinya adalah sama yaitu iman kepada semua
yang ghaib meskipun tidak disebut secara langsung iman kepada Malaikat dan
Kitab-kitab-Nya.
6.
Sharh
(Fiqh) al-Hadith
Iman
adalah percaya dalam hati dan mengikrarkan dengan lisan serta melaksanakan
dengan anggota badan. Adapun unsur-unsur iman di sini adalah mempercayai adanya
Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, Hari Kiamat dan
Qadar Allah, baik dan buruknya dari Allah.
Inilah
pengertian iman sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi;
الإيمانُ
أَن تُؤْمنَ باللهِ وملاَئكَتِهِ ورسلهِ واليَوْم الآخرِ وتُؤْمنَ بالقدَرِ
خَيْرِه وشَرِّهِ (رواه مسلم)
Keenam
kepercayaan dalam iman itulah yang disebut Rukun Iman.
Kewajian
kita yang pertama kali sebagai manusia adalah beriman kepada Allah. setelah itu
beriman kepada yang lain yang jelas telah diperintahkan dalam al-Qur'an dan
hadis Nabi.
Dengan
iman inilah manusia akan memperoleh martabat yang tinggi dan tingkatan yang
mulia di sisi Allah. sehingga siapa saja yang beriman kepada Allah dan para
Rasul-Nya maka akan memperoleh pahala yang besar.
Allah
SWT berfirman di dalam al-Qur'an;
....فآمنُوْا باللهِ ورَسلهِ وإنْ تؤْمنُوْا
وتَتَّقُوْا فَلَكُم اجْرٌ عظِيمٌ. (ال عمران : 179)
Berdasarkan
ayat tersebut, maka jelaslah bahwa dengan keimanan seseorang akan memperoleh
pahala yang besar. Di dalam al-Qur'an Allah telah menjanjikan dengan tegas
kepada orang-orang yang benar-benar beriman baik laki-laki maupun perempuan
akan diberi pahala berupa surga.
[1] Lihat
A.J. Wensinck dan Muhammad Fu'ad 'Abd al-Baqi, Al-Mu'jam al-Mufahras li Alfaz
al-Hadith al-Nabawi, Vol. V (Leiden; E.J. Brill,
1955), 208.
[2] Yang dimaksud dengan mutabi' (sering
juga disebut tabi', jamaknya tawabi), adalah perawi yang
berstatus pendukung pada perawi yang bukan Sahabat Nabi. Sedangkan Shahid
adalah perawi yang berstatus pendukung yang berkedudukan sebagai dan untuk
Sahabat Nabi. Lihat, Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta;
Insani Press, 1997), 52.
[3] Shihab al-Din Ahmad ibn 'Ali ibn
Hajar al-Ashqalani, Kitab Tahdhib al-Tahdhib, Vol. V (Beirut; Dar
al-Fikr, 1984), 238.
[4] Ibid., 238.
[5] Ibid., 238.
[6] Ibid., 238.
[7] Ibid., Vol. IV, 293
[8] Ibid.294
[9] Ibid.
[10] Ibid., 295-296
[11] Ibid., Vol. X, 277
[12] Ibid., 278
[13] Ibid.
[14] Ibid., 279
[15] Ibid., Vol. III, 205
[16] Ibid.
[17] Ibid., 206
[18] Ibid.
[19] Ibid., Vol. VII, 294
[20] Ibid.
[21] Ibid., 295
[22] Ibid., 296
TAKHRIJ AL-HADITH | Hadis Tentang Iman
9 out of 10 based on 10 ratings. 9 user reviews.
Bismillah, saya minta bantuannya apakah hadits ini benar :
Sedangkan pengertian iman menurut hadits Rasulullah Saw adalah sebagai berikut: عَنِ ابْنِ حَجَرٍ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ الله صَلىَّ الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أْلإِيْمَانُ مَعْرِفَةٌ بِاْلقَلْبِ وَقَوْلٌ بِالِّلسَانِ وَعَمَلٌ بِاْلأَرْكَانِ (رواه ابن ماجه والطبراني) Artinya: “Dari Ibnu Hajar Radhiyallahu ‘Anhu beliau berkata: Rasulullah SAW telah bersabda: Iman adalah Pengetahuan hati, pengucapan lisan dan pengamalan dengan anggota badan” (H.R. Ibnu Majah dan At-Tabrani).
terdapat dalam kitab Ibnu Majah dan At-Tabrani
dan bagaimana derajat haditsnya
semoga berkenan memberi jawaban.
bisa dikirim ke now4tomorrow@yahoo.com
Jazzakallah
M. Taufiq