1.
Pendahuluan
Sejarah alam pikiran Eropa sejak awal mulanya menunjukkan
pertalian yang sangat erat antara filsafat dengan ilmu pengetahuan positif.
Dikalangan bangsa Yunani timbul alam pikiran yang berupa filsafat dan ilmu
pengetahuan sekaligus, namun suatu perkembangan yang cepat menyebabkan
terjadinya pemilahan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan yang khusus,
seperti matematika, fisika dan ilmu kedokteran. Tetapi penilahan ini tidak
menyebabkan pemisahan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan
"positif". Demikian juga dengan abad pertengahan. Yang lebih penting
dibanding dengan hubungan antara filsafat dengan ilmu-ilmu pengetahuan khusus
dalam masa ini adalah hubungan antara filsafat dengan teologi krstiani.
Sesungguhnya alam pikiran jaman pertengahan terutama bersifat telogik. Tetapi
didalam kerangka alam pikiran teologik ini filsafat senantiasa semakin
mendapatkan kemandiriannya yang nisbi.
Dalam karya tulis ini, penulis berusaha untuk memaparkan secara
bartahap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di barat semenjak zaman Yunani
kuno, mulai dari masa filsafat pra-Socrates sampai Filsafat Socrates, Abad
Pertengahan, Renaissance dan Abad Pencerahan sampai Abad ke-20.
2.
Zaman Filsafat Pra Socrates
Mempelajari filsafat Yunani bearti menyaksikan kelahiran
filsafat. filsafat dilahirkan karena kemenangan akal atas dongeng-dongeng atau
mite-mite yang diterima dari agama, yang memberitahukan tentang asal-usul
segala sesuatu, baik dunia atau manusia. Akal manusia tidak puas dengan
keterangan dongeng-dongeng atau mite-mite itu, karena tidak dapat dibuktikan
oleh akal. Kebenarannya hanya dapat diterima oleh iman atau kepercayaan. Para filsuf yang pertama adalah orang-orang yang mulai
meragukan cerita mite-mite dan mulai mencari-cari dengan akalnya dari mana asal
alam semesta yang menakjubkan itu. Sudah barang tentu kemenangan akal atas
mite-mite itu tidak mungkin terjadi dengan tiba-tiba. Kemenangan itu dperoleh
secara berangsur-angsur, berjalan hingga berabad-abad.
Sampai kini, filsafat Eropa (dan Amerika) masih juga
didasarkan atas daya pikir orang-orang yunani. Tidaklah mungkin untuk memahami
filsafat dewasa ini tanpa mengetahui sejarahnya serta asal usulnya. Yang
menjadi asal mulanya dalam arti lebih luas adalah pemikiran Plato dan
Aristoteles, dalam arti yang lebih luas lagi adalah seluruh pemikiran kuno
sampai dengan surutnya peradaban kuno. Pemikiran kuno ini hampir seluruhnya
merupakan hasil renungan orang-orang Yunani.
Meskipun terdapat banyak perbedaan pendapat diantara para
pemikir yang satu dengan yang lain, namun filsafat Barat merupakan suatu
kesatuan. Filsafat ini timbul dikalangan orang-orang Yunani berdasarkan rasa
heran atas hal-hal yang mereka amati, demikianlah yang telah dikatakan oleh
Plato dan Aristoteles. Filsafat ini merupakan upaya memahami. Para
filsuf yang paling tua merupakan orang-orang pertama yang tidak lagi merasa
puas dengan penjelasan berdasarkan mitos-mitos, melainkan menghendaki
penjelasan yang masuk akal.
Pesisir-pesisir Asia Kecil diduduki orang lonia. Lonia
merupakan daerah pertama dinegeri Yunani yang mencapai kemajuan besar, baik
dalam bidang ekonomi maupun dalam bidang cultural. Seperti Hemeros, penyair
yang tersohor itu hidup di Lonia. Demikian juga dengan ketiga filsuf yang
pertama; Thales, Anaximandros serta Anaximenes dan mereka bertempat tinggal di
Kota Miletos.
Tidak kebetulan bahwa pada awal abad ke-6 SM. Meletoslah yang
menjadi tempat lahir untuk filsafat dan bukan kota lain, karena pada waktu itu Miletos
adalah kota
terpenting dari kedua belas kota
Lonia. Kota
yang letaknya dibagian selatan pesisir Asia
kecil ini mempunyai pelabuhan yang memungkinkan perhubungan dengan banyak
budaya lain. Dengan demikian. Miletos menjadi titik pertemuan untuk banyak
kebudayaan dan segala macam informasi dapat ditukar antara orang-orang yang
berasal dari pelbagai tempat.[1]
Meskipun banyak para pemikir pertama yang hidup di Miletos,
akan tetapi bagaimana persisnya ajaran mereka, sukar ditetapkan, sebab sebelum
Plato, tiada hasil karya para filsuf itu yang telah seutuhnya dibukukan, bahkan
tidak ada satupun kalimat yang tersisa. Pengetahuan kita tentang apa yang telah
mereka pikirkan, disimpulkan dari potongan-potongan, yang diberitakan oleh
orang-orang yang hidup lebih kemudian daripada mereka.[2]
Sesungguhnya tidak ada kepastian hasil karya yang manakah yang masih tersimpan
dan ini pun tidak begitu saja dapat dipercaya.
Dapat dikatakan bahwa mereka adalah filsuf-filsuf alam,
artinya mereka adalah para ahli pikir yang menjadikan alam yang luas dan penuh
keselarasan dan keselarasan ini menjadi sasaran pemikiran mereka. Karena mereka
ditakjubkan oleh alam yang penuh keanekaragaman dan gerak ini, mereka
menanyakan kepada soal apa yang ada dibelakang semua ini. Akan tetapi sasaran
yang diselidiki para filsuf pertama ini lebih luas dibanding dengan sasaran
yang biasanya diselidiki oleh filsafat pada zaman sekarang.
Pemikiran mereka mencakup segala sesuatu yang dapat
dipikirkan akal. Filsafat mereka meliputi, segala sesuatu yang sekarang disebut
ilmu pengetahuan, yaitu ilmu pasti, ilmu alam, ilmu bintang-bintang, ilmu
hayat, ilmu kedokteran dan politik. Jadi pada waktu itu belum ad pemisahan
antara filsafat dan ilmu pengetahuan khusus seperti yang terjadi pada zaman
sekarang.
Demikianlah yang diperhatikan oleh para ahli pemikir yang
pertama di Miletos itu adalah alam, bukan manusia. Tetapi dalam hal ini kita
pun harus mengingat, bahwa, yang dimaksud dengan alam (fusis) adalah
seluruh kenyataan hidup dan kenyataan badaniah. Jadi perhatian mereka
dicurahkan kepada apa yang dapat diamati. Meskipun mereka banyak juga yang
berbicara mengenai gejala-gejala alam tertentu, namun ketekunan untuk
berfilsafat dalam arti kata yang sebenarnya terbukti dari usaha mereka untuk
menemukan azaz pemula yang mendasari segala sesuatu.
Sebagaimana yang ditemukan oleh THALES, bahwa azaz pemula ini
adalah air, yang dalam sifatnya yang bergerak-gerak merupakan azaz kehidupan
segala sesuatu. Semuanya berasal dari air dan semuanya kembali lagi menjadi
air. Thales beranggapan demikian karena air mempunyai pelbagai bentuk; cair,
beku, uap, akan tetapi tidak ada alasan yang pasti apakah Thales menentukan air
sebagai zat asli alam semesta. Menurut kami, bahwa Thales berpikir demikian,
karena bahan makanan semua makhluk memuat zat yang lembab dan demikian halnya
juga dengan benih pada semua makhluk hidup.
Murid Thales yang
bernama ANAXIMANDROS juga mempunyai pemikiran yang lebih subtil dia mengarang
sebuah risakah dalam prosa (yang pertama dalam kesusastraan Yunani). Ia
mempunyai jasa-jasa dalam bidang astronomi dan juga dalam bidang geografi,
sebab dialah orang pertama yang membuat suatu peta bumi.
Bagi ANAXIMENES yang satu angkatan lebih muda, bahwa azaz
pemula adalah udara. Bukankah udara meliputi seluruh alam semesta dan juga
merupakan azaz kehidupan manusia, seperti terbukti pada pernafasan "seperti
halnya nyawa kita, yang berupa udara, menyebabkan diri kita merupakan
ketunggalan, begitu pula nafas dan udara mengelilingi seluruh alam
semesta".
Satu lagi seorang tokoh yang dibarisan sofis adalah
PROTAGORAS. Ia menyatakan bahwa manusia adalah ukuran kebenaran.[3] Dengan
kata lain teorinya disebut teori homo mensura yang berarti Manusia
adalah ukuran dari segala sesuatu, sesuatu yang benar, karena mereka benar,
sesuatu yang tidak benar, karena mereka tidak benar".[4] Pernyataan
ini merupakan tulang punggung humanisme. Pernyataan yang muncul adalah apakah
yang dimaksudkannya menusia individu ataukah manusia pada umumnya. Memang kedua
hal itu menimbulkan konsekuensi yang sungguh berbeda. Akan tetapi, tidak ada
jawaban yang pasti, mana yang dimaksud oleh Protagoras. Yang jelas ialah ia
menyatakan bahwa kebenaran itu bersifat pribadi (private). Akibatnya
ialah tidak akan ada ukuran yang absolute dalam etika, metafisika, maupun
agama. Bahkan teori-teori matematika juga tidak dianggapnya mempunyai kebenaran
yang absolute.[5]
3.
Zaman Filsafat Socrates
Ajaran bahwa semua kebenaran itu relative telah menggoyahkan
teori-teori sains yang telah mapan, mengguncangkan keyakinan agama. Ini
menyebabkan kebingungan dan kekacauan dalam kehidupan, inilah sebabnya Socrates
harus bangkit. Ia harus meyakinkan orang Athena bahwa tidak semua kebenaran itu
relative, ada kebenaran yang umum yang dapat dipegang oleh semua orang,
sebagian kebenaran memang relative tetapi tidak semuanya.
Sebagaimana para sofis, Sokrates pun memulai filsafatnya
dengan bertitik tolak pada pengalaman sehari-hari dan dari kehidupan yang
konkret. Tetapi ada satu perbedaan yang penting sekali antara Sokrates dengan
kaum Sofis.
Menurut pendapat Socrates, ada kebenaran objektif yang tidak
bergantung pada saya dan pada kita[6]. Akan
tetapi, sebaiknya kita tidak memandang keyakinan Sokrates itu dari sudut
"kebenaran" saja, karena dengan itu barangkali kita menampilkan pesan
seakan-akan Sokrates mencurahkan pemikirannya dalam bidang teoritis. Padahal ia
hanya memperhatikan hidup praktis saja, yaitu tingkah laku manusia. Itulah
sebabnya lebih tepat kita merumuskan keyakinan Sokrates dengan mengatakan bahwa
menurut dia bukan sembarang tingkah laku boleh disebut baik. Ada tindakan yang pantas dan ada tindakan
yang jelek. Sokrates yakin bahwa berbuat jahat adalah suatu kemalangan bagi
seorang manusia dan bahwa berbuat baik adalah satu-satunya kebahagiaan baginya.
Dalam sebab itu Sokrates berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti
berikut; Apakah itu hidup yang baik? Apakah kebaikan itu yang mengakibatkan
kebahagiaan seorang manusia? Apakah norma yang mengizinkan kita menetapkan baik
buruknya suatu perbuatan?
Ini memang pusat permasalahan yang dihadapi oleh Socrates.
Untuk membuktikan adanya kebenaran yang objektif, Socrates menggunakan metode
tertentu. Metode itu bersifat praktis dan dijalankan melalui
percakapan-percakapan. Ia menganalisis pendapat-pendapat. Socrates selalu
menganggap jawaban pertama sebagai hipotesis, dan dengan jawaban-jawaban lebih
lanjut ia menarik konsekuensi-konsekuensi yang dapat disimpulkan dari
jawaban-jawaban tersebut.
Metode yang digunakan oleh Socrates disebut dengan dialektika,
dinamakan begitu karena dialognya mempunyai peranan yang sangat penting
didalamnya. Dan maksudnya mudah diperkirakan, jika kita ingat bahwa kata kerja
Yunani dialegestai berarti "bercakap-cakap" atau
"berdialog".
Socrates mempunyai metode tersendiri untuk mengajarkan
ajarannya kepada orang, ia memakai siasat ibunya sebagai seorang bidan yaitu
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, ia bermaksud agar manusia memperoleh
penglihatan-dalam bahwa pendapat yang sudah pasti dalam dirinya sesungguhnya
kurang berisi kebijakan serta mengandung pertentangan, namun ia tetap bertahan
pada kegiatan yang negative tersebut.[7]
Sedah kita ketahui bahwa Sokrates tidak menyajikan suatu
ajaran yang sistematis dan tidak mempunyai murid dalam arti kata yang
sebenarnya. Ia juga tidak mendirikan suatu mazhab. Ia hanya mengajak
pengikut-pengikutnya supaya mereka berfilsafat. Sesudah kematian Sokrates, mereka
semua menempuh jalan masing-masing. Pengikut-pengikut kecil itu meneruskan
beberapa aspek dari filsafat Sokrates, tetapi mereka juga dipengaruhi oleh
aliran-aliran lain. Khususnya mazhab Elea dan
kaum Sofis. Dan mereka antara lain; [8]
a)
Mazhab Megara
b)
Mazhab Elis dan Eretria
c)
Mazhab Sinis
d)
Mazhab Hedonis
4.
Abad Pertengahan
Akal pada abad Pertengahan ini benar-benar kalah. Hal ini
kelihatan dengan jelas pada filsafat Plotinus, Agustinus, Anselmus. Pada
Aquinas penghargaan terhadap akal muncul kembali dan karena itu filsafatnya
banyak mendapat kritik. Dan abad Pertengahan ini merupakan pembalasan terhadap
dominasi akal yang hampir seratus persen pada zaman Yunani sebelumnya, terutama
pada zaman Sofis.
Pemasungan akal dengan jelas terlihat pada pemikiran Plotinus.
Ia mengatakan bahwa Tuhan (ia mewakili metafisika) bukan untuk dipahami,
melainkan untuk dirasakan. Oleh karena itu, tujuan filsafat (dan tujuan hidup
secara umum) adalah beratu dengan Tuhan. Jadi, dalam hidup ini, rasa itulah
satu-satunya yang dituntut oleh kitab suci, pedoman hidup semua manusia.
Filsafat rasional dan sains tidak begitu penting; mempelajarinya merupakan
usaha yang sia-sia, karena Simplicius, salah seorang pengikut Plotinus, telah
menutup sama sekali ruang gerak rasional, iman telah menang mutlak. Karena iman
harus mutlak, orang-orang yang masih hidup juga menghidupkan filsafat (akal)
harus dimusuhi.
Agustinus mengganti akal dengan iman; potensi manusia yang
diakui pada zaman Yunani diganti dengan kuasa Allah. Ia mengatakan bahwa kita
tidak perlu dipimpin oleh pendapat bahwa kebenaran itu relative. Kebenaran itu
mutlak yaitu ajaran agama.
Cirri khas dari pada filsafat Abad Pertengahan terletak pada
suatu rumusan yang terkenal yang dikemukakan oleh Saint Anselmus, yaitu credo
ut intelligam. Rumusan itu berarti iman lebih dahulu, setelah itu mengerti.
Imanlah lebih dahulu. Misalnya, bahwa dosa warisan itu ada, setelah itu
susunlah argument untuk memahaminya, mungkin juga untuk meneguhkan keimanan
itu.
Sifat ini berlawanan dengan sifat filsafat raional. Dalam
filsafat rasional, pengertian itulah yang didahulukan; setelah dimengerti, baru
mungkin diterima dan kalau mau; diimani. Mengikuti jalan pikiran inilah maka
saya berkesimpulan bahwa jantung filsafat Abad Pertengahan Kristen terletak pada
ungkapan itu. Berdasarkan penalaran itu pula maka menurut hemat saya, tokoh
utama peletak kekuatan filsafat Abad Pertengahan adalah St. Anselmus.
Abad Pertengahan melahirkan juga filosof yang terkemuka yaitu
Thomas Aquinas. Dia adalah salah satu diantara orang-orang yang berusaha
membuat filsafat Aristoteles sesuai dengan agama Kristen.[9]
Kita anggap ia menciptakan perpaduan hebat antara iman dan ilmu pengetahuan.
Tekanan terhadap pemikiran rasional pada waktu ia hidup telah banyak berkurang.
Oleh karena itu ia berhasil mengumumkan filsafar rasionalnya. Yang terkenal
adalah beberapa pembuktian tentang adanya Tuhan yang masih dipelajari sampai
sekarang.
5.
Zaman Renaissance
Dalam filsafat zaman Renaissance jauh lebih banyak unsur magi
yang ikut berperan dibanding pada zaman pertengahan. Banyak penemuan baru
dibidang ilmu pengetahuan dan di lapangan pengetahuan mengenai bumi serta
bangsa-bangsa yang menyebabkan merajalelanya rekaan pikir yang sangat
dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat magi. Hal-hal yang bersifat magi ini
merupakan salah satu cirri pemikiran pada zaman Renaissance, seperti halnya
refleksinya mengenai politik serta pertumbuhan ilmu alam, yang memberikan titik
berat pada pengamatan yang tak berprasangka.[10]
Pemikiran mengenai alam pada jaman Renaissance menghasilkan
tokoh-tokoh yang terpenting di Itali dan Jerman. Salah satunya adalah Leonardo
Da Vinci telah sepenuhnya mengerti, bahwa alam hanya dapat diketahui melelui
pengalaman dan bahwa bagi pengusahaan ilmu alam, pengalaman harus
ditumbulkan melalui eksperiment dan
dikembangkan dengan menggunakan matematika. Da vinci yang dengan tenang
menerapkan metodenya yang menjauhi segenap filsafat alam spekulatif, mendahului
Galileo dan baru dapat diimbangi oleh Galileo. Dan karena hasil karya Da Vinci
tetap tidak dikenal, maka gagasan-gagasan yang terkandung didalamnya tidak
membawa pengaruh terhadap rekan-rekan sesamanya dan terhadap para pemikir di
kemudian hari.
6.
Zaman Pencerahan (Aufklarung)
Zaman ini dimulai pada abad ke-18 yang telah berakar dari masa
Renaissance. Menurut Immanuel Kant, Zaman Percerahan adalah zaman manusia
keluar dari keadaan tidak akil baligh, yang disebabkan karena kesalahan manusia
sendiri.[11]hal itu
disebabkan karena manusia tidak mau menggunakan akalnya dalam pemikirannya. Dan
pencerahan ini berasal dari Inggris, berkembang di sana dikarenakan inggris telah menjadi Negara
yang berkembang dan merupakan Negara yang liberal. Oleh karena itu lambat-laun
pencerahan tumbuh menjadi keyakinan umum diantara para ahli pikir. Dan
pemikiran pencerahan banyak dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan alam yang telah
dibawa sampai kepada puncaknya oleh ISAAC NEWTON (1642-1727), dialah yang telah
memberikan alas kepada fisika yang klasik, yang menjanjikan suatu perkembangan
yang tiada batasnya.
Pada abad ini sangat berbeda dengan abad sebelumnya yang
membatasi diri pada usaha untuk memberikan interprestasi baru terhadap realitas
bendawi dan rohani, yaitu kenyataan yang mengenai manusia, dunia an Allah.
Sebaliknya abad ini, mereka menganggap dirinya sebagai insane yang mendapatkan
tugas untuk meneliti secara kritis sesuai dengan apa yang diberikan oleh akal,
terhadap segala yang ada, baik didalam Negara didalam masyarakat, dalam bentuk
ekonomi atau dalam bentuk hukum. Dan lain sebagainya.
Sebagaimana yang dikatakan oleh EDUARD HERBERT, salah satu
dari perintis pencerahan di Inggris, mengatakan bahwa akal mempunyai otonomi
mutlak dibidang agama, begitu juga dengan Kristen yang telah ditaklukkan oleh
akal. Dengan dasar ini. Ia menentang segala kepercayaan yang berdasarkan wahyu.
Begitu juga di jerman, tokoh terpenting pencerahannya adalah
CHRISTIAN WOLFF (1679-1754), di sangat menonjolkan filsafat dari segi
rasionalistik-optimistiknya, ia mengatakan bahwa baik ajaran kesusilaan maupun
ajaran Ketuhanan, alami sekali hal itu terlepas dari pada ajaran agama.
Pemikirannya sudah mengarah kepada deisme (suatu aliran dalam filsafat
Inggris pada abad ke-18 yang menggabungkan diri dengan gagasannya EDUARD
HERBERT yang dapat juga disebut dengan pemberi alas ajaran agama alamiah) Tuhan
telah menciptakan dunia, namun untuk selanjutnya membiarkannya mengikuti
perjalanan nasibnya sendiri.
7.
Filsafat Abad ke-20
Kira-kira pada tahun 1980 dimulailah suatu zaman baru, yang
berbeda dengan zaman sebelumnya tetapi masih ada keterkaitan diantaranya. Pada
abad ke-20 ini masih juga dijiwai oleh pandangan bahwa cara yang paling baik
untuk menemukan kebenaran di bidang filsafat salah satunya adalah dengan cara
meninggalkan semua pemikiran yang telah diwariskan oleh pemikir-pemikir
terdahulu dibidang itu. Perpalingan itu terjadi dalam segala bidang; dalam
bidang ilmu pengetahuan positif, filsafat dan teologi, bidang seni dan teknika[12]
dan dalam bidang interaksi social. Yang paling mendasar dari perpalingan ini
adalah bukan pada perkembangan yang terjadi pada masing-masing ilmu
pengetahuan, melainkan pada konvergensi yang terjadi terus menerus.
Pada bagian pertama pada abad ke-20 terdapat berbagai macam
aliran yang berdiri sendiri-sendiri dan terdapat diberbagai Negara.
Masing-masing menyebarkan pengaruh yang mendalam pada masyarakat
sekitarnya.aliran-aliran tersebut antara lain; aliran Pragmatisme di Inggris
dan Amerika, Filsafat hidup di Prancis dan Jerman.
Di Amerika Serikat Pragmatisme; suatu aliran yang mengajarkan
bahwa yang benar adalah apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan
perantara akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Telah mendapat
tempat tersendiri dalam pemikiran filsafat. Seperti WILLIAM JAMES, yang telah
memperkenalkan gagasan-gagasan Pragmatisme tersebut.
[1] K.
Bertens, Sejarah Filsafat Yunani (Yogyakarta; Karnisius, 1999), 33.
[2] Harun
Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1 (Yogyakarta; Kanisius, 1980),
151
[3] Fredrick
Mayer, A History Of Ancient & Medieval Philosophy (New York;
American Book Company, 1950), 84.
[4] Tim
Penulis Rosda, Kamus Filsafat (Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 1995),
270.
[5] Mayer, Op.cit.,
84
[6] Ahmad
Tafsir, Filsafat Umum; Akal dan Hati Sejah Thales Sampai Cakra (Bandung; PT Remaja
RosdaKarya, 2000), 54.
[7] Bernard
Delfgaauw, Sejarah Ringkas Filsafat Barat (Yogyakarta; PT Tiara Wacana,
1992), 16.
[8] Bertens,
op.cit., 112-113
[9] Jostein
Gaarder, Dunia Sophie (Bandung;
Mizan, 2000), 201.
[10]
Bernard, Op.cit., 104
[11] Harun
Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2 ( Yogyakarta; Kanisius, 1980),
47.
[12] Bernard
Delfgaauw, Filsafat Abad 20, alih bahasa Soejono Soemargono (Yogyakarta;
Tiara Wacana, 1972), 13
KELAHIRAN DAN PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN (DI BARAT) SEMENJAK ZAMAN YUNANI KUNO, ABAD PERTENGAHAN HINGGA JAMAN KONTEMPORER SEKARANG INI
9 out of 10 based on 10 ratings. 9 user reviews.
gw cpy ya gan....
bloggerx pas bngt ma tgs gw... hehehe
mksh bxk gan.....
trs brkarya, n ttp mmberikan manfaat utk bangsa.
gw cpy y gan... :10 :11 :13 :16 :101
bloggerx pas bngt ma bahan gw gan....
trs brkarya gan, sukses sllu n ttp brikn yg brmanfaat utk ank bangsa.