1. BIOGRAFI IBRAHIM HOSEN
Ibrahim Hosen dilahirkan di Tanjung Agung pada tanggal 1 januari 1917. ayahnya bernama KH. Husain, seorang 'Ulama>' dan saudagar besar keturunan Bugis. Sedangkan Ibunya bernama Siti Zawiyah, seorang anak bangsawan dari keluarga ningrat.
Secara formal, Ibrahim Hosen memulai pendidikannya pada Madrasah al-Sagaf, tingkat Ibtidaiyah di Singapura, kemudian melanjutkan pendidikan di Mu'awanatul Khaer Arabische School (MAS) di Tanjung Karang yang didirikan orang tuanya. Pada tahun 1932 dia melanjutkan sekolahnya di Teluk Betung. Diluar waktu sekolah, Ibrahim Hosen menggunakan kesempatan untuk belajar agama dan bahasa Arab kepada Kyai Nawawi>, seorang 'Ulama>' besar yang pernah belajar di Makkah dan menjadi guru di Makkah selama kurang lebih 12 tahun. Dan dari Kyai inilah Ibrahim Hosen memperoleh kelebihan dalam penguasaan ilmu-ilmu agama, terutama bahasa Arab dan fiqh.
Pada tahun 1034, Ibrahim Hosen menampakkan kakinya di pulau jawa tempat yang pertama kali menjadi persinggahannya adalah pesantren yang diasuh oleh KH. Abdul Latief di Cibeber. Cilegon dikawasan Banten. Tetapi ia hanya tinggal selama 2 bulan, kemudian ia melanjutkan pengembaraannya menuju Jameat al-Khaer, Tanah Abang. Tujuannya adalah ingin belajar kepada Sayyid Ahmad al-Segaf seorang 'Ulama>' yang sangat pandai dalam ilmu bahasa dan sastra Arab. Pada tahun yang sama Ibrahim Hosen meneruskan ke Pesantren lontar, Serang Banten yang diasuh oleh KH. TB. Soleh Makmun (di Arab dikenal dengan Syekh Makmun al-Khusairi) yang ahli dalam bidang Qira'at dan Tilawah al-Qur'an. Kemudian, Ibrahim Hosen pergi ke buntet untuk berguru kepada 'ulama>' besar, yaitu KH. Abbas seorang murid Kh. Hasyim Asy'ari pendiri NU. Dengan Kyai Abbas, walaupun hanya sebentar, yaitu selama 4 bulan, Ibrahim Hosen sudah dianggap cukup. Sehingga disarankan untuk melanjutkan belajarnya di Solo atau ke Gunung Puyuh , Sukabumi.
Setelah itu Ibrahim Hosen pergi ke solo untuk menemui Sayyid Ahmad al-Segaf untuk memperdalam bahasa Arab dan Muhsin al-Segaf (kakak Ahmad al-Segaf) untuk memperdalam Fiqh. Kemudian melanjutkan pendidikannya di Gunung Puyuh, Sukabumi yang dipimpin oleh KH. Sanusi. Dalam asuhan KH. Sanusi, Ibrahim Hosen mempelajari kitab al-Umm, Balaghah dan lain sebagainya selama 5 bulan. Hal ini dilakukan oleh Ibrahim Hosen karena ketaatannya kepada KH. Abbas.[1]
Pada tahun 1940 ia diterima sebagai Mahasiswa di Universitas al-Azhar dengan memperoleh beasiswa dari al-Azhar Mesir. Tetapi kenyataan berkata lain, karena Ibrahim Hosen tidak bisa berangkat ke Mesir. Konsul Belanda di Palembang tidak mau memberikan paspor bagi Ibrahim Hosen, karena bersamaan dengan itu Polandia di serang oleh tentara Nazi Jerman, sebagai awal pecahnya perang dunia II. Dengan alasan situasi dunia yang tidak menggembirakan, termasuk Mesir, tetapi baru pada tahun 1955, Ibrahim Hosen benar-benar pergi ke Mesir. Selama belajar di Mesir inilah, ia dapat meraih Suahadah Aliyah atau sarjana lengkap dalam bidang Syari'ah (LML).
2. KARYA-KARYANYA
Kepakarannya dalam bidang hukum Islam menyebabkan Ibrahim Hosen sering kali diminta mengisi acara-acara perjamuan ilmiah seperti seminar, simposium, diskusi panel dan sebagainya, baik didalam maupun diluar negeri. Oleh karena iru, karya ilmiah Ibrahim Hosen dalam bentuk tulisan artikel sangat banyak jumlahnya dengan topik beraneka ragam dalam lingkup hukum Islam, namun tulisan-tulisan tsb masih berserakan dalam bentuk makalah, belum sempat dibukukan yang disebabkan oleh faktor kesibukannya dalam masyarakat. Namun bukan berarti Ibrahim Hosen tidak pernah menghasilkan karya dalam bentuk buku. Adapun karya-karyanya dalam bentuk buku yang pernah diterbitkan sebagai berikut;
1. Risalah Joem’at
2. Sahkah Khutbah Dalam Bahasa 'Ajam? (diterbitkan pada tahun 1940 di Bengkulu)
3. Tuntunan Sabil (diterbitkan pada th 1946 di Bengkulu
4. Penjelasan Tentang Hukum Bir (diterbitkan atas nama biro Hubungan Masyarakat dan Hubungan Luar Negeri Depag RI tahun 1969)
5. Fiqh Perbandingan Dalam Masalah Nikah, Talak, Ruju’ dan Hukum Kewarisan (diterbitkan oleh Yayasan Ihya 'Ulumuddin Jakarta pada tahun 1971
6. Ma> Huwa> al-Maysi>r (Apakah Judi Itu) diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengkajian Ilmiah IIQ pada th 1989
7. Bunga Rampai Dari Percikan Filsafat Hukum Islam (diterbitkan oleh yayasan Institut Li al-Qura>n (YIIQ) Jakarta pada tahun 1997
8. Pembaharuan Hukum Islam Di Indonesia (diterbitkan oleh CV Putra Harapan Jakarta pada tahun 1990)
3. PEMIKIRAN HUKUM ISLAM IBRAHIM HOSEN.
Untuk melihat dari dekat pembaharuan pemikiran hukum Islam Ibrahim Hosen, penulis mencoba mengawali dari pengertian yang diberikan oleh Ibrahim Hosen terhadap shari>'ah dan Fiqh. Ibrahim Hosen melihat, bahwa antara fiqh dan shari>'ah itu berbeda.
Berdasarkan teori ushul fiqh, Ibrahim Hosen mengklasifikasikan hukum Islam menjadi dua, yaitu Hukum Islam kategori shari>'ah dan Hukum Islam kategori Fiqh. Shari>'ah adalah Hukum Islam yang dijelaskan secara tegas di dalam al-Qur'a>n atau sunnah yang tidak mengandung penafsiran atau penakwilan. Sedangkan fiqh adalah hukum Islam yang tidak atau belum ditegaskan oleh nash al-Qur'a>n dan sunnah dimana hal itu baru diketahui melalui ijtihad. Dari segi status dan penerapan antara shari>'ah dan fiqh tidak sama. Shari>'ah statusnya qat'i> sedangkan fiqh statusnya zanni>.[2]
Kategori yang termasuk dalam hukum Islam shari>'ah (qat'i>) adalah ma> 'ulima> min al-di>n bi al-d}aru>rah (sesuatu yang diketahui dari agama secara pasti) dan Mujma' alai>h (yang disepakati 'Ulama>'). Sedangkan hukum Islam kategori fiqh (zanni>) adalah hukum-hukum yang ditetapkan melalui ijtihad bi al-ra'yi> (ijtihad dengan akal) dalam arti luas.[3]
Menurut Ibrahim Hosen, Hukum Islam yang berstatus shari>'ah (Qat'i>) jumlahnya relative sedikit dibandingkan dengan Hukum Islam kategori fiqh. Sebab wahyu telah terputus dengan wafatnya Rasulullah saw. Sementara itu persoalan baru terus bermunculan dan hal ini harus dijawab oleh ijtihad.[4] Contoh shari>'ah, misalnya, shalat lima waktu, puasa, zakat, haji, keharaman makan bangkai dan darah, durhaka kepada kedua orang tua, dan lain sebagainya. Contoh daripada fiqh, misalnya hal-hal yang berkenaan dengan teknis dan pelaksanaan ibadah-ibadah wajib diatas, batas-batas menutup aurat, masalah asuransi dan lain sebagainya.
Berdasarkan klasifikasi ini, Ibrahim Hosen menyatakan bahwa Hukum Islam kategori syari'ah tidak diperlukan ijtihad karena kebenarannya bersifat absolute, tidak bisa dikurangi dan ditambah. Dari segi penerapan, situasi dan kondisi harus tunduk kepadanya, ia berlaku umum tidak mengenal waktu dan tempat. Sedangkan kategori fiqh kebenarannya relative, ia benar tetapi mengandung kemungkinan salah atau salah tetapi mengandung kemungkinan benar. Dan dari segi aplikasi, fiqh justru harus sejalan dengan atau mengikuti kondisi dan situasi, untuk siapa dan dimana ia akan diterapkan. Disebut sebagai kebenaran nisbi, sebab merupakan z}ann seorang Mujtahid mengenai hukum sesuatu yang dianggapnya sebagai hukum Allah melalui ijtihad. Seraya tetap harus sejalan dengan tujuan dan semangat Hukum Islam, yaitu menciptakan kemaslahatan dan menghindari kemafsadatan.[5]
Dan pada fiqh inilah pembaruan Hukum Islam dilakukan. Ibrahim Hosen melihat, bahwa pembaruan Hukum Islam dilakukan berdasarkan minimal tiga alasan. Pertama, setelah agak lama ide pembaruan itu menggelora, ternyata belum ditemukan adanya patokan-patokan konkrit dari para pencetus gagasan yang mungkin dapat dijadikan landasan merealisir ide yang menarik itu. Kedua, dari para tokoh Islam yang mereka tampilkan seperti Muhammad Abduh, Jamaluddin al-Afghani ternyata juga tidak meninggalkan patokan-patokan itu. bahkan tidak ada kreasi baru dari mereka yang ada relevansinya dengan ide pembaruan. Ketiga, banyaknya pertanyaan terutama dari kalangan awam yan dialamatkan kepada Ibrahim Hosen sehubungan dengan pencanangan ide dan gagasan itu.[6]
Sebelum melakukan pembaruan, Ibrahim Hosen menyatakan ada prinsip dasar yang perlu diluruskan dan dimantapkan terlebih dahulu. Beberapa prinsip dasar itu adalah; eksistensi berbagai agama, Islam agama dakwah, dan hubungan Muslim dengan non-Muslim. Antara lain;[7]
1. Eksistensi Berbagai Agama
Perbedaan-perbedaan agama didunia dilihat sebagai ketentuan Allah atau Sunnatullah, adalah wakar kalau dibumi ini kita dapati berbagai macam agama dan paham. Sebab Allah sendiri tidak menghendaki manusia seluruhnya ini berada dibwah panji-panji din al-Islam. Hal ini telah nyata ditetapkan dalam al-Qur'an Surat Yunus ayat 99, Hud 118 dan al-Nahl ayat 93. disinilah dibedakan antara perintah dan kehendak. Seluruh manusia diperintahkan Allah beriman, tetapi tidak semua dikehendaki untuk beriman. Atas dasar semua ini, hendaknya toleransi dan kerukunan umat beragama harus ditegakkan.
2. Islam Agama Dakwah
Adanya berbagai agama membawa konsekwensi perlu diciptakannya toleransi dan kerukunan antar umat beragama. Toleransi dan kerukunan akan dapat dicitakan apabila penyebaran agama Islam dilakukan melalui dakwah, tidak dengan paksaan atau kekerasan. Oleh karena itu sesuai dengan namanya "Islam" yang berarti damai serta sesuai dengan misi Islam yaitu "rahmat al-alami>n" maka penyebaran Islam dilakukan dengan jalan damai dan dakwah.
3. Hubungan Muslim Dengan Non-Muslim
Sebagai kelanjutan dari Islam sebagai agama dakwah dengan menciptakan toleransi dan kerukunan, maka hubungan yang dibangun adalah hungungan kedamaian adalah tidak konsekwen kalau Islam telah mendudukkan dirinya sebagai agama dakwah, tetapi dalam hubungannya dengan non-Muslim, Islam memproklamirkan permusuhan.
4. FATWA-FATWANYA
Ibrahim Hosen adaLah seorang 'Ulama' yang cukup produktif dalam mengemukakan pemikiran hukum (fatwa). Beberapa fatwa yang pernah dikemukakan diantaranya adalah bahwa Negara atau pemerintaha RI termasuk kategori negara atau pemerintahan Islam; memberikan landasan Islami tentang keabahan UUD 45 dan pancasila; mempelopori kebolehan atau sahnya perempuan menjadi Hakim; berpendapat bahwa bir bukan termasuk minuman yang diharamkan; KB tidak bertentangan dengan Islam, justru dianjurkan; Memodernisir pendayagunaan zakat dengan dua cara, Pertama. Penyaluran zakat diorientasikan untuk hal yang bersifat produktif, Kedua, memperluas pengertian sabilillah, bukan saja sukarelawan perang tapi semua aktifitas yang dimaksudkan untuk kemaslahatan. Ibrahim Hosen juga meluruskan kriteria Maysir atau judi; menjernihkan makanan dan minman yang mengandung lemak babi. Ia juga turut membidangi lahirnya KHI. Serta ia juga berpendaapt bahwa penderita AIDS harus di-Euthanasia.
[1] Untuk melihat lebih lengkap Biografi Ibrahim Hosen lihat, Panitia Penyusunan Biografi Prof. KH. Ibrahim Hosen, Prof. KH. Ibrahim Hosen dan pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, Jakarta; CV. Tiga Sembilan, 1990. h. 1
[2] Panitia Penyusun Biografi Prof. KH. Ibrahim Hosen, Prof. KH. Ibrahim Hosen dan Pembaruan Hukum Islam di Indonesia, Jakarta; CV. Tiga Sembilan, 1990, 103-104.
[3] Ibrahim Hosen, Fiqh Siyasah Dalam Tradisi Pemikiran Islam Klasik, dalam jurnal Ulumul Qur'an, 59
[4] Jalaluddin Rahmat, Ijtihad Dalam Sorotan, Jakarta; Mizan, 1996, h. 25
[5] Ibid. h. 59
[6] Ibrahim Hosen, Kerangka Landasan Pemikiran Islam, dalam Mimbar Ulama, tahun IX No. 91/Februari-Maret/1985, h. 4
[7] Panitia Penyusun Biografi Prof. KH. Ibrahim Hosen, Prof. KH. Ibrahim Hosen dan Pembaruan Hukum Islam di Indonesia, Jakarta; CV. Tiga Sembilan, 1990, 113
TEMA PEMIKIRAN HUKUM ISLAM IBRAHIM HOSEN
9 out of 10 based on 10 ratings. 9 user reviews.
cElOTEh sObAT BLOGGER :
ASSALAMU'ALAIKUM WR WB
BLOG ini DOFOLLOW _ Berkomenarlah Yang Baik Dan Sopan Zaaaa !!
Kalo Mau Pake EMOTICONS, sObat Hanya Cukup Menulisan Kodenya Saja... !! ( :10 :11 :13 :16 - :101 / :najis :travel :rate5 ) BE A FRIENDLY !